Al-Zarnuji
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persoalan pendidikan merupakan masalah manusia yang
berhubungan dengan kehidupan. Selama manusia ada, maka selama itu pula
persoalan pendidikan ditelaah dan direkonstruksi dari waktu ke waktu. Sebagai
makhluk yang paling sempurna antara makhluk-makhluk yang lain, manusia dituntut
untuk menggunakan akalnya dalam memikirkan segala sesuatu, baik yang berkaitan
dengan agama, hablum minannas maupun hablum minallah. Adapun cara untuk
melatih berpikir adalah dengan pengetahuan (ilmu), dan ilmu itu wajib
dipelajari oleh setiap muslim, terutama ilmu yang berkaitan dengan agama.
Al-zarnuji adalah salah seorang tokoh dalam
dunia pendidikan islam. Ia tergolong sebagai ulama’ klasik yang hidup pada abad
pertengahan masa bani Abbasiyah. Al-Zarnuji dikenal melalui karya monumentalnya
yaitu kitab Ta’lim al Muta’allim. Namun ketenaran nama serta biografinya tidak
sehebat kitab yang dikarangnya, sebagai satu–satunya karya beliau yang masih
ada sampai sekarang.
Al-Zarnuji telah
memberikan solusi tentang bagaimana menciptakan pendidikan yang tidak hanya
berorientasi pada keduniawian saja, tetapi juga berorientasi keakhiratan.
Sebagaimana tujuan sentral pendidikan menurut Al-Zarnuji adalah mencari ridha
Allah SWT, serta kebahagiaan di akhirat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapa Al-Zarnuji?
2.
Bagaimana konsep pendidikan menurut
Al-Zarnuji?
3.
Apa karya Al-Zarnuji?
4.
Bagaimanakah pemikiran filsafat
Al-Zarnuji?
5.
Bagaimanakah pemikiran Al-Zarnuji
tentang pola hubungan guru dan murid?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui siapa Al-Zarnuji
2.
Untuk memahami konsep pendidikan
menurut Al-Zarnuji
3.
Untuk mengetahui karya Al-Zarnuji
4.
Untuk mengetahui pemikiran filsafat
Al-Zarnuji
5.
Untuk memahami pemikiran Al-Zarnuji
tentang pola hubungan guru dan murid
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Al-Zarnuji
Al-Zarnuji mempunyai nama lengkap Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji.
Di kalangan ulama belum ada kepastian mengenai tanggal kelahirannya. Adapun
mengenai kewafatannya, ada dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan
bahwa Burhanuddin Al-Zarnuji wafat pada tahun 591 H./1195 M. Sedangkan pendapat
yang kedua mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 840 H./1243 M. Sementara itu
ada pula pendapat yang mengatakan bahwa Burhanuddin hidup semasa dengan Rida
ad-Din an-Naisaburi yang hidup antara tahun 500-600 H.
Al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand, dua kota yang
menjadi pusat keilmuan dan pengajaran. Saat itu masjid-masjid di kedua kota itu
dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta’lim yang diasuh antara lain oleh
Burhanuddin Marghinani, Syamsuddin Abd Al Wajdi, Muhammad bin Mihammad Bin Abd,
dan Al Sattar Al Amidi. Selain itu, Al-Zarnuji juga belajar pada Rukn Al Din Al
Firqinani, seorang ahli fiqh, sastrawan, dan penyair (594H / 1196M). Hammad bin
Ibrahim, soerang ahli ilmu kalam, penyair,dan sastrawan (564H / 1170M), dan
Rukh Al Islam Muhammad bin Abi Bakar, yang dikenal dengan nama Khawahir Zada,
seorang mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fiqh, sastra, dan syair (573H /
1177M).
Al-Zarnuji selain di bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai
bidang-bidang lain, seperti sastra, fiqh, ilmu kalam, dan sebagainya.
B.
Konsep
Pendidikan Al-Zarnuji
Pemikiran Al-Zarnuji berpusat pada pendidikan Islam. Adapun konsep
pendidikan yang dikemukakan Al-Zarnuji dituangkan dalam bukunya Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum. Dalam karyanya ini, Al-Zarnuji
mengemukakan tiga belas pasal mengenai konsep pendidikan Islam, yaitu :
1.
Pengertian Ilmu dan Keutamaannya
Ilmu adalah suatu sifat
yang dengannya dapat menjadi jelas pengertian suatu hal yang disebut. Pentingnya
ilmu pengetahuan tidak diragukan lagi, sebab ilmu merupakan sesuatu khusus
(ciri khas) bagi manusia. Sebab segala hal selain ilmu bisa dimiliki manusia
dan juga binatang, seperti keberanian, kekuatan, kasih sayang, dan lain
sebagainya. Keutamaan ilmu adalah sebagai perantara (sarana) menuju ketakwaan
yang akan menyebabkan seseorang berhak mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT,
dan kebahagiaan yang abadi.
2. Niat Belajar
Setiap pelajar harus menata niatnya ketika akan
belajar, karena niat merupakan pokok
dalam segala hal. Dalam menuntut ilmu seorang pelajar seharusnya berniat
untuk mencari ridha Allah, mengharap kebahagiaan di akhirat, menghilangkan
kebodohan dari dirinya sendiri dan dari segenap orang-orang bodoh, menghidupkan
agama dan melestarikan Islam, karena sesungguhnya kelestarian islam hanya dapat
dipertahankan dalam ilmu dan perilaku zuhud serta takwa tidaklah sah dengan
kebodohan.
3.
Memilih Ilmu, Guru dan Teman
Serta Ketabahan dalam Belajar
Para pelajar hendaknya memilih ilmu
yang terbaik baginya dan ilmu yang dibutuhkannya dalam urusan agama pada masa
sekarang, serta ilmu yang dibutuhkannya pada masa mendatang. Sebaiknya seorang
pelajar memprioritaskan pada ilmu tauhid dan mengenal Allah dengan
dalil-dalilnya. Adapun dalam memilih guru sebaiknya memilih orang yang lebih alim (pandai), yang bersifat wara’ (menjaga harga diri) dan lebih
tua. Kemudian dalam memilih teman atau
sahabat, sebaiknya memilih orang yang tekun belajar, bersifat wara’, berwatak istiqamah (lurus) dan mudah paham (tanggap). Hindarilah orang yang
malas, penganggur, pembual, suka berbuat onar dan suka memfitnah. Disamping
itu, ketahuilah bahwa kesabaran dan ketekunan adalah modal yang besar dari
segala urusan. Tetapi jarang sekali orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut.
Oleh karena itu, seorang pelajar harus berani bertahan dan bersabar dalam
belajar kepada seorang guru dan mempelajari sebuah kitab, jangan sampai
meninggalkannya sebelum tamat (selesai).
4. Menghormati Ilmu dan Ulama’
Seorang pelajar tidak dapat meraih
ilmu dan memanfaatkan ilmunya kecuali dengan menghormati ilmu dan ulama. Cara
menghormati ilmu adalah menghormati guru dan memuliakan kitab. Adapun cara
menghormati guru antara lain : tidak berjalan kencang di depannya, tidak duduk
di tempatnya, tidak mulai percakapan dengannya kecuali atas izinnya, tidak
banyak bicara di hadapan guru, dan lain sebagainya.
Sedangkan cara memuliakan kitab : sebaiknya tidak memegang kitab kecuali dalam
keadaan suci dari hadas. Dikisahkan dari Syekh al-Imam Syamsul Aimma
Al-Khulwani, ia berkata: “Sesungguhnya aku dapat memperoleh ilmu karena aku mengagungkannya,
aku tidak pernah mengambil kertas belajarku kecuali dalam keadaan suci.”
5. Ketekunan, Kontinuitas dan Cita-Cita Luhur
Para pelajar harus tekun dan
bersungguh-sungguh dalam belajar. Pelajar harus berjaga (tidak banyak tidur)
pada malam hari. Kemudian, adalah suatu keharusan bagi pelajar untuk kontinue
atau rutin dalam belajar serta mengulang pelajarannya pada setiap awal dan
akhir malam, karena antara waktu maghrib dan isya serta waktu sahur adalah
waktu yang penuh berkah. Pelajar juga harus memiliki cita-cita luhur dalam
berilmu. Sebab modal paling pokok untuk mencapai segala sesuatu adalah kerja
keras dan cita-cita luhur.
6. Permulaan dan Intensitas Belajar Serta Tata Tertibnya
Syaikh Burhanuddin memulai belajar pada hari Rabu. Beliau melakukan
hal itu berdasarkan hadis Nabi sebagai berikut :
“Tidak ada sesuatu yang dimulai
pada hari Rabu kecuali akan berakhir sempurna.”
Hari
Rabu merupakan hari diciptakannya cahaya (nur) oleh Allah dan hari naas (hari
sial) bagi orang-orang kafir. Dengan demikian hari Rabu merupakan hari yang
penuh berkah orang-orang mukmin. Adapun intensitas (ukuran) belajar bagi orang
yang baru memulai (tahap awal), Abu Hanifah berpendapat sesuai yang didengarnya
dari Syaikh al-Qadhi al-Imam Umar bin Abi Bakar Az-Zanji : “Guru-guru kami
berpendapat bahwa sebaiknya ukuran pelajaran bagi tingkat dasar adalah sesuatu
yang kira-kira dapat dikuasai dengan mengulanginya dua kali, kemudian setiap
hari ditambahkan kalimat demi kalimat, sehingga bila pelajaran sudah banyak, ia
bisa menguasainya dengan hanya mengulangnya dua kali. Begitulah terus ditambah
tahap demi tahap. Adapun bila tahap awal langsung diberikan pelajaran yang
panjang, dimana ia harus mengulanginya sepuluh kali untuk bisa menguasai, maka
sampai
pelajaran terakhir akan
tetap begitu, sehingga menjadi kebiasaan yang sulit dan tidak dapat
ditinggalkan kecuali dengan usaha yang berat.”
Sebaiknya
murid membuat catatan sendiri mengenai pelajaran yang telah dipahaminnya dan
mengulanginya berkali-kali, hal ini sangat berguna sekali. Jangan mencatat
sesuatu yang belum dipahami, sebab hal ini akan membuat bosan, menghilangkan
kecerdasan dan membang-buang waktu. Murid hendaknya berusaha memahami pelajaran
dari guru dan menganalisa, memikirkan dan sering mengulanginya. Disamping
bersungguh-sungguh sebaiknya disertai dengan bersungguh-sungguh kepada Allah
dan merendahkan diri dihadapan-Nya. Sesungguhnya Allah akan mengabulkan orang
yang berdo’a kepada-Nya dan tidak menolak orang yang berharap kepada-Nya.
7.
Tawakkal Kepada Allah
Seorang pelajar
diharuskan bertawakkal (berserah diri kepada Allah) di dalam menuntut ilmu.
8.
Masa Belajar
Masa
terbaik untuk belajar adalah ketika muda. Waktu paling baik untuk belajar yaitu
saat-saat menjelang Subuh dan waktu antara Maghrib dan Isya. Yang terbaik
adalah menghabiskan seluruh waktu untuk belajar. Apabila merasa jenuh
menghadapi satu ilmu untuk dipelajari, maka beralihlah kepada ilmu yang lain.
9.
Kasih Sayang dan Memberi Nasehat
Sebagai ahli
ilmu hendaklah memiliki kasih sayang, bersedia memberi nasehat tanpa disertai
rasa hasud (dengki), karena hasud tidak ada manfaatnya bahkan membawa bahaya.
10.
Mengambil Pelajaran
Mengambil
pelajaran bagi pelajar haruslah dilakukan di setiap saat hingga memperoleh
kemuliaan, dengan cara selalu menyediakan alat tulis untuk mencatat segala
pengetahuan yang baru didapatkan.
11.
Wara’ (Menjaga Diri dari Haram dan
Syubhat)
Termasuk
perbuatan wara’ yaitu mejauhkan diri dari golongan yang berbuat kerusakan,
maksiat dan penganggur, karena perkumpulan itu pengaruhnya sangat besar.
12.
Penyebab Hafal dan Lupa
Hal-hal yang
berperan menunjang hafalan adalah kesungguhan, terus menerus, sedikit makan dan
shalat di malam hari. Membaca Al-Quran adalah termasuk sebab-sebab mudah
menghafal. Adapun yang dapat menyebabkan lupa antara lain : banyak berbuat maksiat, banyak dosa, khawatir
dan disibukkan oleh urusan dunia.
13.
Masalah Rezeki dan Umur
Di antara yang
dapat menghambat rezeki ialah, menyapu rumah pada malam hari, membiarkan sampah
di dalam rumah, memanggil orang tua dengan namanya, duduk diambang pintu, dan
lain sebagainya. Sedangkan yang dapat mendatangkan rezeki antara lain: bangun
di waktu pagi, berwajah ramah, berkata baik, menegakkan shalat dengan penuh
hormat, dan lainnya. Adapun yang dapat menyebabkan umur panjang, yaitu takwa, tidak
menyakiti, hormat kepada orang yang tua dan bersilaturrahmi.
C.
Karya
Al-Zarnuji
Karya
Al-Zarnuji yang terkenal adalah kitab “Ta’liim
al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum”. Kitab ini banyak dijadikan sebagai bahan
penelitian dan rujukan dalam penulisan karya ilmiah, terutama dalam bidang
pendidikan. Kitab ini tidak hanya dipergunakan di kalangan ilmuan Muslim,
tetapi juga oleh para orientalis dan para penulis Barat. Sebagian kandungan isi
kitab Ta’lim Muta’alim sudah dijelaskan diatas.
Keistimewaan
lainnya dari kitab Ta’liim al-Muta’allim
Thuruq al-Ta’allum adalah terletak pada materi dan kandungannya. Sekalipun
kecil dan judul yang seakan-akan hanya membicarakan tentang metode belajar,
namun sebenarnya membahas tentang tujuan belajar, strategi belajar dan lain
sebagainya yang secara keseluruhan didasarkan pada moral religius. Keterkenalan
kitab Ta’liim al-Muta’allim Thuruq
al-Ta’allum terlihat dari tersebarnya kitab ini hampir ke seluruh penjuru
dunia. Kitab ini telah dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai
negara, baik di timur maupun di barat. Kitab ini juga menarik perhatian
beberapa ilmuan untuk memberikan komentar atau syarah terhadapnya. Di
Indonesia, kitab Ta’liim al-Muta’allim
Thuruq al-Ta’allum dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan
Islam, terutama lembaga pendidika klasik tradisional seperti pesantren, bahkan
di pondok pesantren modern sekalipun, seperti di pondok Pesantren Gontor
Ponorogo, Jawa Timur.
D.
Pemikiran Filsafat
Pendidikan Al-Zarnuji
1.
Pengertian dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan
merupakan sesuatu yang bernilai ibadah dan mengantarkan seseorang untuk
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan menurut Al-Zarnuji
adalah untuk mencari keridhaan Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat,
berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan
dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat Allah.
Ada tiga bidang perubahan yang diinginkan dari
tujuan pendidikan yaitu tujuan-tujuan yang bersifat individual; tujuan-tujuan
sosial dan tujuan-tujuan professional. Kalau dilihat dari tujuan-tujuan
pembelajar dalam konsep al-Zarnuji, maka menghilangkan kebodohan dari diri
pembelajar, mencerdaskan akal, mensyukuri nikmat, merupakan tujuan-tujuan yang
bersifat individual. Tujuan pembelajar mencari ilmu untuk menghilangkan
kebodohan pada orang lain (mencerdaskan masyarakat), dan melestarikan Ajaran
Islam adalah merupakan tujuan-tujuan social. Sedangkan tujuan professional,
berhubungan dengan tujuan seseorang mencapai ilmu itu ialah menguasai ilmu yang
berimplikasi pada pencapaian kedudukan. Namun kedudukan yang telah dicapai itu
adalah dengan tujuan-tujuan kemaslahatan umat secara keseluruhan. Ketiga tujuan
tersebut haruslah atas dasar memperoleh keridhaan Allah dan kebahagiaan
akhirat.
2.
Materi
dan Kurikulum
Al-Zarnuji
membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kategori. Pertama ilmu fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang setiap
Muslim secara individual wajib mempelajarinya, seperti ilmu fiqih dan ilmu
ushul (dasar-dasar agama). Kedua ilmu fardhu
kifayah, yaitu ilmu dimana setiap umat Islam sebagai suatu komunitas, bukan
sebagai individu diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu
astronomi dan lain sebagainya.
3.
Metode Pembelajaran
Dalam kitab Ta’lim
Muta’allim Al-Zarnuji menjelaskan bahwa metode pembelajaran meliputi dua
kategori. Pertama metode yang bersifat etik, mencakup niat dalam belajar. Kedua
metode yang bersifat teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih
guru, memilih yeman, dan langkah-langkah dalam belajar.
1.
Cara memilih pelajaran : bagi orang
yang mencari ilmu sebaiknya mendahulukan memilih / mempelajari ilmu yang
dibutuhkan dalam urusan-urusan agamanya, seperti ilmu tauhid.
2.
Cara memilih guru : sebaiknya
memilih guru yang lebih alim, wara’, dan umurnya lebih tua dari kita.
3.
Cara memilih teman : mencari teman
yang rajin, wara’,berwatak baik, mudah faham akan pelajaran, tidak malas, tidak
banyak bicara, dan lain sebagainya.
E.
Pemikiran
Al-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid
Ada beberapa
pemikiran Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim yang memberi acuan
terhadap pola hubungan guru dan murid.
Murid tidak
akan memperolah ilmu yang bermanfaat tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan
terhadap ilmu dan orang yang mengajarinya (guru), menjadi semangat dan dasar
adanya penghormatan murid terhadap guru. Posisi guru yang mengajari ilmu
walaupun hanya satu huruf dalam konteks keagamaan disebut bapak spiritua,
sehingga kedudukan guru sangat terhormat dan tinggi, yang memberi konsekuensi
bagi sikap dan perilaku murid sebagai manifestasipenghormatan terhadap guru
baik di lingkungan formal maupun nonformal. Sementara tingginy ailmu yang
dimiliki oleh guru menjadikan fungsi guru sebagai dokter, menunjukkan nilai
kepercayaan dan pentingny nasehat bagi murid dalam mencapai tujuan belajar yang
optimal.
Kontekstualisasi
hubungan guru dan murid menurut Al-Zarnuji menunjukkan bahwa penempatan guru
pada posisi terhormat terkait oleh sosok guru yang ideal, yaitu guru yang
memenuhi kreteria dan kualifikasi kepribadian sebagai guru yang memiliki kecerdasan
ruhaniyah dan tingkat kesucian tinggi disamping kecerdasan intelektual. Menurut
Al-Zarnuji, guru ideal adalah guru yang alim, wara’i dan mempunyai kesalehan
sebagai aktualisasi keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab terhadap amanat
yang diemban untuk menggapai ridha Allah SWT.
Dengan demikian
pemikiran Al-Zarnuji berupaya membawa lingkungan belajar pada tingkat ketekunan
dan kewibawaan guru dalam ilmu dan pengajarannya. Sedangkan murid sebagai
individu yang belajar, menunjukkan keseriusan dan kesungguhan dalam belajar
sebagai manifestasi daya juang dalam pencapaian ilmu yang diajarkan oleh guru dalam rangka mencari ridha Allah
SWT, dan untuk menuai manfaatnya. Oleh karena itu, pola hubungan guru dan murid
yang tercipta adalah pola hubungan timbal balik yang menempatkan posisi guru
dan murid sesuai proporsi masing-masing menuju tercapainya tujuan pendidikan
yang optimal, yaitu terbentuknya pribadi yang berakhlakul karimah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat disimpulkan bahwa Al-Zarnuji adalah salah seorang tokoh pendidikan
yang telah memberikan solusi tentang bagaimana menciptakan pendidikan yang
tidak hanya berorientasi pada keduniawian saja, tetapi juga berorientasi pada
keakhiratan. Perhatiannya terhadap pendidikan sangatlah besar. Hal ini dapat
dilihat dari karyanya Ta’liimul Ta’lim
Thuruq al-Ta’allum yang merupakan hasil pemikirannya mengenai pendidikan
Islam, seperti tujuan belajar, strategi belajar, prinsip belajar, dan lain
sebagainya, yang tidak terpisahkan dari moral religius. Adapun tujuan sentral
dari pendidikan menurut Al-Zarnuji adalah mencari ridha Allah dan kebahagiaan
di akhirat. Namun tujuan pendidikan menurut Al-Zarnuji
sebenarnya tidak hanya untuk akhirat (ideal), tetapi juga tujuan keduniaan
(praktis), asalkan tujuan keduniaan ini sebagai instrumen pendukung
tujuan-tujuan keagamaan.
Hubungan antara guru dan
murid haruslah harmonis agar tercipta suasana belajar yang nyaman. Guru menjadi
teladan setiap murid yang diajarinya. Oleh sebab itu, seorang guru harus
memberi contoh yang baik kepada muridnya. Nilai kebaikan yang ada dalam diri
seorang murid sangat bergantung pada nilai kebaikan pada gurunya. Semakin
gurunya memberi teladan yang baik, maka semakin muridnya berakhlakul karimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar