Jumat, 30 September 2016

Ilmu dalam Islam

Ilmu Dalam Islam
        I.            Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Ilmu sering juga disebut dengan ilmu pengetahuan. Pengertian ilmu pengetahuan sendiri adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Setiap manusia mempunyai ilmu untuk meningkatkan kualitas hidup masing-masing. Dan setiap saat manusia selalu melakukan usaha sadar dalam rangka menambah ilmu tersebut. Usaha untuk untuk menambah ilmu setiap individu bisa dilakukan dengan belajar. Proses belajar dilakukan dalam berbagai bidang. Mulai dari belajar tentang agama dalam rangka meningkatakan ilmu pengetahuan tentang agama, belajar ilmu pengetahuan umum dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan tentang dunia umum, dan lain sebagainya sesuai dengan bidang masing-masing.
     II.            Kedudukan Ilmu Dalam Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Bahkan wahyu Al-Qur’an pertama yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW berisi perintah untuk menambah ilmu (membaca) yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5:
Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”.
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi. Hal ini tercantum dalam Al-Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11, berikut ayatnya:
Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ilmu, dan ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah. Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan tentang keutamaan ilmu dalam islam.
Seluruh ayat yang menjelaskan tentang keilmuan di dalam Al-Qur’an merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal.
  III.            Manfaat Ilmu Bagi Manusia
Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk makhluk hidup yang sebaik-baiknya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Tin ayat 4:
Artinya:
Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
Manusia diberi karunia berupa akal pikiran sebagai bekal dalam mengarungi hidup dan kehidupan. Oleh sebab itu, manusia dan ilmu memiliki nilai hubungan yang sangat erat. Manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa ilmu atau berfikir dan ilmu tidak akan terwujud dan berkembang tanpa peranan manusia. Maka, ilmu memiliki beberapa manfaat bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
1.       Ilmu Sebagai Pemersatu
Dalam AI-Qur’an banyak ayat yang menyuruh untuk berfikir, memperhatikan tentang penciptaan langit dan bumi, dan Al-Qur’an bersifat umum dan global. Ini memberikan indikasi bahwa islam merupakan agama yang bersifat universal dan sesuai dengan akal sehat, Islam dapat dianut oleh bangsa manapun.
Dalam islam tidak diajarkan untuk saling membedakan antar sesama manusia. Jadi islam adalah agama pemersatu segala golongan, bangsa, maupun suku bangsa.
2.       Ilmu Sebagai Kawan Komunikasi atau Dialog
Sejak semula manusia diciptakan sebagai makhluk yang dialogis. Ia merupakan makhluk yang hidup dengan akal dan jiwa. Arti hidup pada manusia yaitu sebuah kehidupan yang kreatif tidak seperti hewan atau lainnya. Menurut Descartes “Saya berpikir, karena itu saya ada”. Manusia dapat dikatakan ada dan diakui keberadaannya bila dia berfikir dan juga berdialog. Dalam dataran ini kedudukan dan aktifitas manusia adalah dinamis yang pada gilirannya akan senantiasa berkomunikasi dengan lingkungannya secara kritis, inovatif, kreatif dan mengutamakan kehormatan ilmu serta kemanusiaan.
   IV.            Ilmu dan Pembentukan Kepribadian
Dengan bekal ilmu pengetahuan manusia mampu mengetahui dan mengolah isi alam semesta, tetapi manusia yang hanya memiliki ilmu agama saja atau mendapatkan ilmu yang umum saja mempunyai paradigma berpikir yang berbeda terhadap hidup atau kehidupan. Bahwa dengan ilmu manusia mampu mengetahui dirinya sendiri, dan lingkungan sekitamya. Sehingga orang yang mempunyai ilmu sepatutnya memiliki kepekaan yang tinggi terhadap stimulan (rangsangan) yang datang dari dalam dirinya, orang lain dan alam sekitarnya. Lalu ia mengetahui apa yang seharusnya dipikirkan, disikapi dan selanjutnya diperbuat dalam tindakan oleh anggota badan. Dengan ilmu pula manusia dapat menjaga harkat dan martabat sebagai khalifah di bumi, bila mereka yang tidak dapat menjaga amanat dari Allah, maka manusia akan masuk dalam jurang kehinaan dan kerendahan, seperti yang digambarkan dalam Al-Qur’an yaitu pada surat Al-A’raf ayat 179:
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Dari ayat tersebut dapat menjelaskan bahwa manusia yang sudah diberi amanat oleh Allah tidak dapat menjaganya, bahkan ia lalai dari tanggung jawab. Kemudian keterpaduan antara jasmani dan rohani manusia yang didasari oleh ilmu Ilahi merupakan urgensi bagi pembentukan sebuah kepribadian yang kokoh, memiliki prinsip hidup yang sejalan dengan norma Islam, sebab apabila sudah terjadi ketidakseimbangan, maka akan berimplikasi pada manusia itu sendiri sehingga ketimpangan dan kerusakan akan mengkontaminasi jiwanya yang pada gilirannya akan berdampak pada pembentukan kepribadian yang tercela.
Ilmu juga memiliki hubungan dengan pembentukan kepribadian yang stabil dan mantap. Sebab dengan ilmu juga manusia mengetahui jati dirinya. “Dari segi lahir”, jasad manusia merupakan miniatur alam semesta (al-kawn al-Jami’), sedangkan dari segi batin, ia merupakan citra Tuhan. Dengan argumentasi ini dapat memberikan suatu penjelasan bahwa kepribadian manusia yang unggul sebab manusia dapat menirukan sifat-sifat Illahi. Dan itu semuanya dapat mengetahuinya berkat adanya ilmu. Sehingga antara ilmu dan pembentukan kepribadian mempunyai hubungan yang dekat.
Sikap dan perbuatan seseorang yang sudah menjadi kepribadian, kebiasaan atas kesadaran jiwanya tanpa memerlukan pertimbangan dari akalnya serta tanpa unsur pemaksaan dari luar dirinya. Sumber kepribadian muslim adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Menurut keterangan Majid Fakhry, bahwa “etika religius terutama berakar dalam AI-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagaimana yang sudah dilakukan oleh para penulis Islam pada zaman klasik, mereka telah memikirkan dan menyusun konsep-konsep tentang kepribadian yang dikuatkan dengan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah dan tidak menghilangkan peran akal aktif manusia. Sebab kepribadian yang berkembang dalam masyarakat juga sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan tiap-tiap personal. Dengan tujuan Al-Qur’an dan As-Sunnah diposisikan sebagai landasan kepribadian secara doktrinal dan normatif, sedangkan akal aktif berperan sebagai alat tambahan untuk memahami sumber kepribadian itu yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
     V.             Tradisi Ilmu Dalam Islam
Kaum Muslimin wajib memanfaatkan dengan sekuat tenaga untuk mencari ilmu (thalabul ilmi). Selain pahalanya yang sangat besar, ilmu juga menjadi landasan keimanan dan landasan amal.  Banyak orang yang terpedaya dengan nikmat sehat dan kelonggaran, sehingga tidak dapat memanfaatkan waktu itu dengan baik.
Padahal, kedudukan ilmu sangatlah sentral dalam Islam, sehingga Allah memerintahkan agar aktivitas mencari ilmu itu tidak boleh berhenti, walaupun dalam kondisi perang sekali pun. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 122:
Artinya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi tradisi ilmu dan sangat menghargai ilmu.  Suatu saat Sayyidina Ali didatangi beberapa orang dan menanyakan        manakah yang lebih mulia ilmu atau harta. Ali r.a menjawab:      Lebih mulia ilmu. Ilmu menjagamu, harta kamu harus menjaganya. Ilmu           bila kamu berikan bertambah,     harta berkurang. Ilmu warisan   para Nabi, harta warisan Firaun dan Qarun. Ilmu menjadikan      kamu bersatu,     harta bisa membuat kamu berpecah belah dan    seterusnya.
Mengapa ilmu?  Tidak ada satu peradaban yang bangkit tanpa didahului oleh bangkitnya tradisi ilmu. Tanpa kecuali, peradaban Islam. Rasulullah saw telah memberikan teladan yang luar biasa dalam hal ini. Di tengah masyarakat jahiliyah gurun pasir, Rasulullah SAW berhasil mewujudkan sebuah masyarakat yang sangat tinggi tradisi ilmunya. Para sahabat Nabi SAW dikenal sebagai orang-orang yang “gila ilmu”.
Tradisi ilmu yang didorong oleh ayat-ayat Al-Qur’an telah berhasil mengubah sahabat-sahabat Nabi SAW dari orang-orang jahiliyah menjadi orang-orang yang senang dengan ilmu pengetahuan dan berakhlak mulia; mengubah generasi-generasi Arab jahiliyah yang tidak diperhitungkan dalam pergolakan dunia, menjadi pemimpin-pemimpin kelas dunia yang disegani di seluruh kawasan dunia saat itu.
Tradisi baca dan tulis-menulis begitu hidup dalam masyarakat, yang sebelumnya didominasi tradisi lisan. Tiap ayat Al-Quran turun, Rasulullah saw memerintahkan kepada sahabat dekatnya untuk menulis. Bahkan tradisi membaca dan menulis ini menjadi simbol kemuliaan seseorang. Rasulullah menjadikan pelajaran baca tulis sebagai tebusan tawanan Badar.
Rasulullah SAW menugaskan Abdullah bin Said bin Al Ash untuk mengajarkan tulis menulis di Madinah. Juga memberi mandat Ubadah bin As-Shamit mengajarkan tulis menulis ketika itu. Kata Ubadah, ia pernah diberi hadiah panah dari salah seorang muridnya, setelah mengajarkan tulis menulis kepada Ahli Shuffah. Saad bin Jubair berkata: ”Dalam kuliah-kuliah Ibn Abbas, aku biasa mencatat di lembaran. Bila telah penuh, aku menuliskannya di kulit sepatuku, dan kemudian di tanganku. Ayahku sering berkata: ”Hafalkanlah, tetapi terutama sekali tulislah. Bila telah sampai di rumah, tuliskanlah. Dan jika kau memerlukan atau kau tak ingat lagi, bukumu akan membantumu”.
Semangat mereka dalam memburu ilmu pengetahuan makin tinggi, berkat pemahaman terhadap Al-Qur’an yang banyak ayat-ayatnya mendorong agar muslim senantiasa menggunakan akalnya. Ibnu Taimiyah mencatat, banyak sahabat yang tinggal di asrama untuk mengikuti madrasah Rasulullah. Menurut Ibnu Taimiyyah, jumlah orang yang tinggal di dalam Suffah (asrama tempat belajar), mencapai 400 orang.
Rasulullah SAW mempunyai sekitar 65 sek retaris yang bertugas menulis berbagai hal khusus. Khusus menulis Al-Quran: Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Utsman bin Affan dan Ubay bin Kaab. Khusus mencatat harta-harta sedekah: Zubair bin Awwam dan Jahm bin Al Shalit. Masalah hutang dan perjanjian lain-lain: Abdullah bin al Arqam dan al-Ala bin Uqbah. Bertugas mempelajari dan menerjemahkan bahasa asing: Zaid bin Tsabit. Zaid memang diperintahkan Rasulullah saw untuk belajar bahasa Ibrani dan Suryani. Sekretaris cadangan dan selalu membawa stempel Nabi: Handhalah.
Generasi selanjutnya, peradaban Islam mencatat para ulama yang sangat tinggi kecintaannya terhadap ilmu. Jabir ibn Abdullah ra, misalnya, menempuh perjalanan sebulan penuh dari kota Madinah ke kota Arisy di Mesir hanya untuk mencari satu hadits.
Ibnu al-Jauzi menulis lebih dari seribu judul. Imam Ahmad pernah menempuh perjalanan ribuan kilomater untuk mencari satu Hadits, bertani untuk mencari rezeki dan masih membawa-bawa tempat tinta pada usia 70 tahun. Imam al-Bukhari menulis kitab Shahih-nya selama 16 tahun dan selalu sholat dua raka’at setiap kali menulis satu hadits, serta berdoa meminta petunjuk Allah.
   VI.            Kesimpulan
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Setiap saat manusia beraktifitas untuk menambah ilmu masing-masing individu. Mulai dari menambah ilmu agama, menambah ilmu pengetahuan umum, ataupun menambah ilmu di bidang yang disukai masing-masing, termasuk dalam pekerjaan mereka. Jadi setiap manusia memiliki ilmu di bidangnya masing-masing.
Ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama islam. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan berilmu. Beberapa saat setelah lahir bahkan manusia sudah memiliki instink untuk mencari air susu. Itulah yang dimaksud manusia dilahirkan dalam keadaan berilmu.
Berbagai ayat dalam Al-Qur’an dan hadist semakin memperkuat keyakinan bahwa dalam islam ilmu adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ayat-ayat dan hadist tersebut menyebutkan perintah kepada setiap muslim untuk berilmu dan selalu menambah ilmu masing-masing.
Ayat-ayat dan hadist tersebut juga memerintahkan kepada setiap umat muslim untuk tetap menuntut ilmu dalam situasi apapun. Jadi pandangan islam terhadap ilmu bersifat universal. Ilmu bisa dicari kapanpun dan dimanapun.
Islam akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Itu tercantum dalam surat Al-Mujadalah sebagaimana ayatnya tercantum di atas. Itu berarti semakin tinggi kuantitas ilmu seseorang maka semakin tinggi pula derajat mereka. Begitupun sebaliknya semakin rendah kuantitas ilmu seseorang maka semakin rendah pula derajat mereka. Dengan demikian kita bisa berkesimpulan bahwa setinggi-tingginya derajat seorang muslim adalah dia yang banyak ilmunya, dan serendah-rendahnya seorang muslim adalah dia yang sedikit ilmunya.
Dengan melihat berbagai perintah yang mengedepankan tentang keilmuan dalam islam, maka sudah sepatutnya umat muslim untuk tak henti selalu menambah ilmu. Kita bisa belajar dari lingkungan sekitar. Lingkungan adalah guru terbesar dalam kehidupan. Dengan lingkungan yang baik maka akan terbentuk kepribadian yang baik pula. Untuk menjadikan lingkungan itu baik maka sudah menjadi tugas kita untuk menebarkan kebaikan di lingkungan kita.
Jika dilihat dari segi untung rugi, maka dipastikan orang yang lebih banyak ilmunya maka lebih banyak pula keuntungannya. Begitupun sebaliknya, orang yang lebih sedikit ilmunya maka akan sedikit untungnya atau bahkan merugi. Yang dimaksudkan adalah dengan banyak ilmu maka akan mempermudah kita dalam kehidupan. Semakin banyak ilmu pengetahuan yang kita kuasai maka semakin mudah pula hidup kita.

Untuk itu wajib hukumnya kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya untuk rajinmenuntut ilmu. Orang yang malas menuntut ilmu itu berarti termasuk orang yang merugi. Jadi jika kita tidak ingin jadi orang yang merugi, sekarang ataupun kelak di kemudian hari, maka rajin-rajinlah untuk menambah ilmu pengetahuan kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar