BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sesuai fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam UU
no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, “pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi masyarakat beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” (Dakir, 2004:
93)
Untuk mewujudkan semua itu diperlukan sebuah alat yang disebut dengan kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU no. 20 tahun 2003).
Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia adalah kurikulum 1947,
kurikulum 1952, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984,
kurikulum 1994, kurikulum 2004, dan kurikulum 2006.
Kurikulum mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan
–tantangan di masa depan melalui pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keahlian
untuk beradaptasi serta bisa bertahan hidup dalam lingkungan yang senantiasa
berubah. Oleh karena itu diperlukan juga perubahan kurikulum yang mendasarkan
pada perubahan lingkungan tersebut dengan tujuan memperoleh kurikulum yang
sesuai dengan lingkungan yang ada..
Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu masalah seperti apa
model konsep serta
pengembangan kurikulum yang sesuai dengan
perubahan lingkungan tersebut. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk
mengetahui model-model konsepbeserta pengembangannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
konsep kurikulum dan bagaimana pengembangannya ?
2.
Bagaimana
model konsep kurikulum ?
3.
Bagaimana
model pengembangan kurikulum?
4.
Bagaimana
model evaluasi kurikulum?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa konsep kurikulum itu beserta pengembangannya.
2.
Untuk
mengetahui model konsep kurikulum.
3.
Untuk
mengetahui model pengembangan kurikulum.
4.
Untuk
mengetahui model evaluasi kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konsep Kurikulum dan Pengembangannya
Kurikulum merupakan isi atau materi mata pelajaran, dan juga proses
atau pengalaman yang dialami siswa disekolah. Sedangkan istilah pengembangan
kurikulum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menghasilkan kurikulum,
atau proses mengaitkan satu komponen dengan komponen lainnya untuk menghasilkan
suatu kurikulum yang lebih baik, atau kegiatan penyusunan, implementasi dan evaluasi
serta kegiatan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.[1]
Berdasarkan
PP Nomor 32/2013 tentang perubahan PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Kerangka dasar kurikulum adalah tatanan konseptual kurikulum yang
dikembangkan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. (Pasal : 17). Sesuai
dengan ini maka pengembangan kurikulum harus berdasar Standar Nasional
Pendidikan, yaitu kriteria minimal tentang system pendidikan diseluruh wilayah
hukum Negara kesatuan Republik Indonesia.
Ada 8 Standar Nasional Pendidikan yaitu :
1. Standar
Kompetensi Lulusan yang merupakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2. Standar Isi
sebagai kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
3. Standar
Proses digunakan sebagai kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
4. Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan
sebagai kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental,
serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar
Sarana dan Prasarana sebagai kriteria mengenai ruang belajar, perpustakaan,
laboratorium, dll.
6. Standar
Pengelolaan merupakan kriteria mengenai parencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan.
7. Standar
Pembiayaan sebagai kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan
pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8. Standar
Penilaian Pendidikan untuk menentukan kriteria mengenai mekanisme, prosedur, an
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Dalam
menentukan isi kurikulum. Dibawah ini
dijelaskan tentang cara menentukannya menurut Sudjana,
antara lain :
1.
Isi
kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.
2.
Isi
kurikulum harus mencerminkan kejadian dan fakta sosial, artinya sesuai dengan
tuntutan hidup nyata dalam masyarakat.
3.
Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah
yang komprehensif.
4.
Isi
kurikulum harus mengandung aspek kimia yang tahan uji.
5.
Isi
kurikulum harus mengandung bahan yang jelas, teori, prinsip, konsep, dan fakta
yang terdapat didalamnya bukan sekedar informasi intelektual.
6.
Isi
kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
B.
Model Konsep Kurikulum
a.
Kurikulum
Subject Academic
Kurikulum model subyek akademik merupakan kurikulum yang materi
atau isinya mengembangkan ilmu-ilmu yang telah ada sebelumnya. Konsep yang
demikian berdasar atas pemikiran filsafat Perenealisme dan Essentialisme.
Orientasi dari konsep ini adalah melihat masa lalu untuk yang akan datang.
Ilmu-ilmu yang telah ada dari pemikir atau penemu sebelumnya dipilih sesuai
dengan visi-misi dan tujuan sekolah atau madrasah. Fungsi pendidikan menurut
konsep ini hanyalah memelihara dan mewariskan hasil. Strategi dan fokus
pembelajarannya adalah generalisasi keilmuan yang terpusat pada guru (teacher
centered) adapun desain kurikulumnya adalah terstruktur dari atas kebawah.[2]
b.
Kurikulum
Humanistik
Konsep kurikulum humanistik secara makro berpandangan bahwa
pendidikan bertujuan untuk menjadikan peserta didik menjadi manusia yang
manusiawi sehingga pembelajaran yang dilakukan haruslah juga pembelajaran yang
memanusiakan manusia. Konsep dari kurikulum ini, isi, proses, dan hasilnya
mengedepankan bagaimana manusia mengerti jati diri manusia, potensi bakat-minat manusia,
tujuan hidup manusia, hak dan kewajiban manusia dan seterusnya.[3] Dasar
pemikirannya bersumber pada filsafat Personalized Eeducation dan Progesive
Education John Dewey, juga Romantic Education JJ. Rousseau.
Orientasi dari pengembangan konsep ini, memandang siswa sebagai manusia yang
utuh. Meskipun saat sekarang anak
sebagai peserta didik, namun sebenarnya peserta didik tersebut dalam
perkembangannya menjadi manusia dewasa yang memiliki jati diri, karakter,
potensi, bakat minat masing-masing. Fungsi pendidikan dalam konsep ini adalah
membina manusia yang utuh. Adapun materi dan isi kurikulumnya haruslah meliputi
aspek (ranah) kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemudian proses pembelajaran
mengharuskan guru untuk melaksanakan dan meningkatkan motivasi agar peserta
didik menemukan kesadaran diri (Learner Centered).
c.
Kurikulum
Rekontruksi Sosial
Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial merupakan konsep kurikulum yang
bersumber pada permasalahan yang muncul pada masyarakat. Orientasi kurikulum
diharapkan hasil pendidikan dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.
Maka fungsi kurikulum ini memandang bahwa pendidikan itu yang terpenting adalah
adanya interaksional. Sekolah atau madrasah harus dapat berpartisipasi dalam
pengambangan masyarakat, dan sebaliknya masyarakat dapat mendukung pengembangan
kurikulum di sekolah. isi atau materinya adalah pembaharuan masyarakat,
sedangkan fokus dari pembelajaran tersebut adalah pembalajaran yang dilakukan
individu (Future Learning).[4]
d.
Kurikulum
Konfluen
Konsep kurikulum konfluen dapat diartikan sebagai kurikulum yang
ingratif, adanya saling keterkaitan, satu kesatuan, adanya keseimbangan. Sumber
pemikirannya adalah filsafat eksistensialisme dan teori belajar. Konsep
kurikulum ini masih mengedepankan kesatuan ranah Bloom, yakni : Kognitif,
Afektif, dan Psikomotorik. Dalam proses pembelajaran partisipasi anak sangatlah
diperlukan. Tujuan pendidikan dalam konsep kurikulum ini adalah terciptanya
pribadi peserta didik sebagai manusia
utuh, dan juga adanya keseimbangan dan
keserasian hidup antara individu dengan masyarakat.
e.
Konsep
Teknologi
Konsep kurikulum teknologi adalah konsep kurikulum yang senantiasa
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Kurikulum diupayakan mengikuti
dinamika IPTEK, agar pendidikan tidak out of date, namun up to date.
Hal ini dikarenakan, perkembangan teknologi untuk semua aspek kehidupan.
Pendidikan merupakn software dan teknologi merupakan alat medisnya. Sedangkan
jika pendidikan sebagai hardware maka teknologi merupakan alat atau media yang
akan membantu proses pendidikan yang dilaksanakan.
C.
Model Pengembangan Kurikulum
1.
Model Administratif
Model administratif bisa disebut juga line staff atau juga top
down artinya kurikulum dikembangkan dari pusat (Kemendiknas RI), Direktur
Jenderal, Direktur, Kanwil Disnakpora Provinsi, Kandiknaspora kabupaten atau
kota, kemudian ke Sekolah atau ke Madrasah. Dengan kata lain pengembangan
kurikulum datang dari administrator pendidikan. Kurikulum ini juga disebut
sebagai kurikulum terpusat. Pengembangan kurikulum ini dilaksanakan sebagai
berikut :
a.
Atasan
membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang (pengawas
pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti).
b.
Tim
menentukan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.
c.
Dibentuk
beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum
dan staff pengajar yang merumuskan tujuan khusus, GPBB, dan Kegiatan belajar.
d.
Hasil
kerja dari poin ketiga direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil Try
Out.
e.
Setelah
Try Out yang dilakukan oleh beberapa Kepala Sekolah direvisi seperlunya, maka
Kurikulum tersebut siap diimplementasikan.
2.
Model dari Bawah (Grass Roots Model)
Kebalikan dari administratif model maka The Grass Roots Model
merupakan kurikulum yang pengembangannya dimulai dari bawah (bottom up). Guru
menyusun kurikulum melalui musyawarah, diketahui kepala sekolah dan komite,
mendatangkan tokoh masyarakat dan ahli pendidikan. Tahap-tahapnya adalah :
a.
Inisiatif
pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar)
b.
Tim
pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua peserta
didik atau masyarakat luas yang relevan.
c.
Pihak
atasan memberi bimbingan dan dorongan.
d.
Untuk
pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan loka karya untuk
mencari input yang diperlukan.
3.
Model Beuacham (Beachamp’s System)
Pengembangan kurikulum model Bacham’s System adalah pengembangan
kurikulum yangb menetapkan lingkup wilayah terlebih dahulu, misalnya : sekolah,
kabupaten, kota, provinsi, atau negara. Kemudian menetapkan personalia, dan
menetapkan organisasi atau prosedurnya, langkah-langkahnya adalah :
a.
Suatu
gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di
sekolah, baik yang berskala regional maupun nasional.
b.
Menunjuk
tim pengembang yang terdiri dari ahli kurikulum, para ekspert, staff pengajar, petugas bimbingan dan narasumber
lain.
c.
Tim
penyusun menentukan materi.
d.
Melaksanakan kurikulum disekolah.
e.
Mengevaluasi
kurikulum yang berlaku.
4.
Model Terbalik Hilda Taba (Taba‘s Inverted Model)
Model pengembangan ini dikembangkan oleh tokoh pendidikan Hilda
Taba dimana pengembangan kurikulum
melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Unit
eksperimen guru, seperti merumuskan tujuan, menentukan materi, menentukan
penilaian, kemudian disusunlah suatu unit kurikulum.
b.
Menguji
unit eksperimen.
c.
Revisi
dan Konsolidasi.
d.
Pengembangan
kurikulum.
e.
Implementasi
dan Diseminasi.
5.
Model Hubungan Interpersonal dari Rogers (Roger’s Interpersonal
Relations Model)
Model pengembangan ini memandang bahwa pengembangan kurikulum harus
mengikuti perkembangan subyek peserta didik. Karena pada dasarnya perubahan
kurikulum dikarenakan adanya perubahan individu. Kurikulum yang dikembangkan
hendaknya dapat mengembangkan individu peserta didik secara fleksibel terhadap
perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara
interpersonal. Ada 4 syarat yang harus dipenuhi dalam model Roger’s, yaitu :
a.
Pemilihan
target dari sistem pendidikan.
b.
Partisipasi
dari guru dalam pengalaman yang intensif.
c.
Pengembangan
pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran.
d.
Partisipasi
orang tua dalam kegiatan kelompok.
6.
Model Action Research yang Sistematis (the System Action-Researcgh
Model)
Dasar dari pengembangan
kurikulum model ini beranggapan bahwa perkembangan kurikulum merupakan
perubahan sosial. Sehingga pengembangan kurikulum harus memperhatikan adanya
interaksi antara orang tua dengan siswa, orang tua dengan guru, siswa dengan
guru, guru dengan sekolah, dan sekolah dengan masyarakat. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a.
Adanya
problem proses belajar mengajar yang perlu diteliti.
b.
Mencari
sebab-sebab terjadinya problem sekaligus mencari serta memutuskan pemecahannya.
c.
Melaksanakan
putusan yang telah diambil.
7.
Model Demonstrasi
Langkah-langkahnya adalah :
a. Staff pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan
dan ternyata hasilnya dinilai baik.
b. Hasil tersebut disebarluaskan di sekolah sekitar.
8.
Emerging Technical Model
Perkembangan IPTEK serta nilai-nilai efesiensi dalam bisnis
menjadikan pengembangan kurikulum model ETM, syaratnya :
1.
The
behavioral analysis model (penguasaan perilaku).
2.
The
system analysis model (dari efesiensi kegiatan bisnis).
3.
The
computer based mode (memanfaatkan komputer).
4.
Makanya
pengembangan kurikulum ETM bisa dikatakan pengembangan kurikulum yang
memperhatikan dunia kerja.
D.
Model Evaluasi Kurikulum
Evaluasi pada dasarnya adalah proses
penentuan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Dalam proses tersebut
tercakup usaha mencari dan mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan
sebagai dasar dalam menentukan nilai sesuatu yang menjadi objek evaluasi,
seperti program prosedur pelaksanaan kurikulum, cara pendekatan, model kerja,
hasil program dan lain-lain.[5]
Dalam menilai suatu kurikulum ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan dasar dan pertimbangan
untuk menentukan kriteria-kriteria atau indikator penilaian kurikulum. Diantara
prinsip-prinsip tersebut adalah : tujuan harus jelas, realisme, ekologi,
operasional, klasifikasi, keseimbangan, dan kontuinitas. Kejelasan tujuan
penilaian sangat penting sebab memberikan rambu-rambu mengenai data apa yang
diperlukan dan aspek mana yang perlu dinilai, serta alat atau jenis penilaian
yang harus digunakan. Evaluasi kurikulum harus cukup realistis, artinya dapat
dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki. Ekologi, suatu
kurikulum harus dapat memperhitungkan adanya hubungan yang erat antara program
studi dan situasi daerah, tempat sekolah itu berada, misalnya kondisi ekonomi
setempat. Operasional, artinya harus dapat merumuskan secara spesifik hal-hal
yang harus diukur dan dinilai dalam melaksanakan kegiatan penilaian kurikulum.
Klasifikasi, dalam menilai suatu kurikulum untuk lembaga pendidikan tertentu
terlebih dahulu harus ada klasifikasi yang jelas dari sudut : jenjang dan
tingkat pendidikan, jenis sekolah, jenis kurikulum yang digunakan, kemampuan
atau daya dukung sekolah, dan kondisi geografis dari sekolah tersebut.
Keseimbangan, artinya menilai suatu kurikulum tidak hanya dilakukan pada
kurikulum nyata (kurikulum aktual) tetapi juga sekaligus terhadap kurikulum yang
diniatkan (intended), tanpa adanya keseimbangan dari kedua hal tersebut maka
kesimpulan akhir tidk dapat memecahkan kelemahan dan hambatan yang ada.
Hubungan kontunitas atau kesinambungan artinya, penilaian suatu kurikulum harus
dilakukan secara menyeluruh untuk setiap jenjang pendidikan, tiap tngkat
jenjang pendidikan maka berbeda cara evaluasinya.[6]
Nana Syaodih Sukmadinata (2015) mendefinisikan
evaluasi kurikulum merupakan suatu tema yang luas, meliputi banyak kegiatan,
meliputi sejumlah prosedur, bahkan dapat merupakan suatu lapangan studi yang
berdiri sendiri. Evaluasi kurikulum juga merupakan suatu fenomena yang
multifaset, memiliki banyak segi.[7]
Ada beberapa model evaluasi kurikulum :
1.
Evaluasi Model Penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan
model penelitian didasarkan atas teori dan metode test psikologis serta
eksperimen lapangan. Test psikologis atau test psikomotorik pada umumnya
mempunya dua bentuk. Yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur
kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.
Comupterative approach dalam evaluasi. Salah satu pendekatan dalam evaluasi
yang menggunakan eksperimen lapangan adalah mengadakan pembandingan antara dua
macam kelompok anak, umpamanya menggunakan dua metode belajar yang berbeda.
Kelompok pertama belajar membaca dengan metode global dan kelompok lain
menggunakan metode unsur. Kelompok mana yang lebih baikatau lebih berhasil?
Apakah keberhasilan metode tersebut dapat ditransfer ke metode yang lain?
Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan
rinci. Besarnya sampel, variabel yang terkontrol, hipotesis, treat-ment, tes
hasil belajar, dan sebagainya perlu dirumuskan secara tepat dan rinci.[8]
2.
Evaluasi Model Objektif
Dalam evaluasi model objektif, evaluasi
merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Para
evaluator juga mempunyai peranan menghimpun pendapat-pendapat orang luar
tentang inovasi kurikulum yang dilaksanakan. Evaluasi dilakukan pada akhir
pengembangan kurikulum, kegiatan penilaian ini sering disebut dengan evaluasi
sumatif. Dalam hal-hal tertentu sering evaluator bekerja sebagai bagian dari
tim pengembang. Informasi-informasi yan diperoleh dari hasil penilaiannya
digunakan untuk penyempurnaan inovasi yang sedang berjalan. Evaluasi ini sering
disebut evaluasi formatif. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain
tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus). Keberhasilan
pelaksanaan kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan tersebut.
Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh tim pengembang model objektif :
1. Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan
kurikulum,
2. Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam
perbuatan siswa,
3. Menyusun materi kurikulum yang sesuai
dengan tujuan tersebut,
4. Mengukur kesesuaian antar perilaku siswa
dengan hasil yang diinginkan.
Pendekatan inilah yang digunaka oleh
Ralph Tylor (1930) dalam menyusun tes dengan titik tolak pada perumusan tujuan
tes, sebagai asal mula pendekatan sistem (approach system). Pada tahun
1950-an Benyamin S. Bloom dengan kawan-kawannya menyusun klasifikasi sistem
tujuan yang meliputi daerah-daerah belajar (cognitive domain). Merka membagi
proses mental yang berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 kategori, yaitu knowledge,
comprehension, application, analysis, synthetis, dan evaluation.
Mereka membagi-bagi lagi tujuan-tujuan tersebut pada sub-tujuan yang lebih
khusus. Perumusan tujuan-tujuan dari Bloom dan kawan-kawan belum sampai pada
perumusan tujuan yang bersifat behavioral. Untuk itudiperlukan perumusan lebih
lanjutyang sangat khusus dan bersifat behavioral.
Dasar-dasar teori Tylor dan Bloom menjadi
prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum, dan mencapai puncaknya
dalam sistem belajar berprogram dan sistem instruksional. Sistem pengajaran
terkenal yang menggunakan metode ini ilaha IPI (Individually Prescribed
Instruction). Suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research and
Development Centre Universitas Pttsburg. Dalam IPI, anak mengikuti kurikulum
yang memiliki 7 unsur :
1. Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun
dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan unit-unit,
2. Suatu prosedur program testing,
3. Pedoman prosedur penulisan,
4. Materi dan alat-alat pengajaran,
5. Kegiatan guru dalam kelas,
6. Kegiatan murid dalam kelas, dan
7. Prosedur pengelolaan kelas.[9]
3.
Model Campuran Multivariasi
Model campuran multivariasi merupakan
strategi evaluasi yang menyatukan antara evaluasi model penelitian dan evaluasi
model objektif. Strategi ini memungkinkan pembandingan lebih dari satu
kurikulum dan secara serempak keberhaslan setiap kurikulum diukur berdasarkan
kreteria khusus dari masing-masing kurikulum.
Langkah-langkah model multivariasi tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Mencari sekolah yang berminat untuk
dievaluasi / diteliti,
2. Pelaksanaan program. Bila tidak ada
pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal,
3. Sementara tim menyusun tujuan yang
meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode
unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
4. Bila semua informasi yang diharapkan
telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer,
5. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk
mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konsep Kurikulum merupakan isi atau materi mata pelajaran, dan juga proses
atau pengalaman yang dialami siswa disekolah. Kurikulum merupakan landasan dari
diadakannya semua kegiatan yang ada disekolah. Sedangkan
istilah pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
menghasilkan kurikulum, atau proses mengaitkan satu komponen
dengan komponen lainnya untuk menghasilkan suatu kurikulum yang lebih baik, atau
kegiatan penyusunan, implementasi dan evaluasi serta kegiatan perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum
terdapat berbagai macam metode atau cara pengembangan yang dapat digunakan,
diantaranya Model konsep kurikulum yang mempunyai beberapa macam cara yaitu :
Kurikulum Subject Academic, Kurikulum Humanistik, Kurikulum Rekontruksi Sosial,
Kurikulum Konfluen, dan Konsep Kurikulum Teknologi. Sedangkan Model Pengembangan Kurikulum
macam caranya adalah : Model
Administratif, Grass Roots Model, Model Terbalik Hilda Taba, Model Hubungan
Interpersonal dari Rogers, Model Action Research yang Sistematis, Model
Demonstrasi, Emerging Technical Model. Untuk model Evaluasi Kurikulum itu
menyesuaikan dengan jenjang tingkat pendidikan tersebut, semakin tinggi jenjang
pendidikan maka semakin tinggi pula kualitas penilaiannya.
Jadi dari beberapa model konsep
kurikulum diatas, bisa diterapkan oleh pihak yang ingin membuat sebuah
kurikulum. Sekiranya dengan model dan konsep pengembangan kurikulum diatas,
bisa menghasilkan sebuah kurikulum yang baik yang disukai semua kalangan.
[1] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum : Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (
Yogyakarta : Teras, 2009 ), hlm. 8.
[2] Abdul Majid,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Wonosobo : Media Kreasi,
2015), h. 61.
[5] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum : Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (
Yogyakarta : Teras, 2009 ), hlm. 142.
[6] Nana Sudjana, Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, (Bandung : Sinar Baru Algasindo,
2005), h. 49.
[7] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2005), h. 185
[8] Ibid. h. 186
[9] Ibid. h. 187
[10] Ibid. h.188
Slot Search - Gambling in Vegas, NV - MapyRO
BalasHapusFind the best slot search casinos 전주 출장샵 in Vegas, 양주 출장안마 NV. Search for slot games and casino in the area. Use the 포천 출장마사지 map 하남 출장마사지 to find more casino 영천 출장안마 slots.