Jumat, 30 September 2016

Model Konsep Pengembangan Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sesuai fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,   “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi masyarakat beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Dakir, 2004: 93)
Untuk mewujudkan semua itu diperlukan sebuah alat yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU no. 20 tahun 2003).
Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia adalah kurikulum 1947, kurikulum 1952, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004, dan kurikulum 2006.
Kurikulum mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan –tantangan di masa depan melalui pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keahlian untuk beradaptasi serta bisa bertahan hidup dalam lingkungan yang senantiasa berubah. Oleh karena itu diperlukan juga perubahan kurikulum yang mendasarkan pada perubahan lingkungan tersebut dengan tujuan memperoleh kurikulum yang sesuai dengan lingkungan yang ada..
Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu masalah seperti apa model konsep serta pengembangan kurikulum yang sesuai dengan perubahan lingkungan tersebut. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk mengetahui model-model konsepbeserta pengembangannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa konsep kurikulum dan bagaimana pengembangannya ?
2.      Bagaimana model konsep kurikulum ?
3.      Bagaimana model pengembangan kurikulum?
4.      Bagaimana model evaluasi kurikulum?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa konsep kurikulum itu beserta pengembangannya.
2.      Untuk mengetahui model konsep kurikulum.
3.      Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum.
4.      Untuk mengetahui model evaluasi kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konsep Kurikulum dan Pengembangannya
Kurikulum merupakan isi atau materi mata pelajaran, dan juga proses atau pengalaman yang dialami siswa disekolah. Sedangkan istilah pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menghasilkan kurikulum, atau proses mengaitkan satu komponen dengan komponen lainnya untuk menghasilkan suatu kurikulum yang lebih baik, atau kegiatan penyusunan, implementasi dan evaluasi serta kegiatan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.[1]
Berdasarkan PP Nomor 32/2013 tentang perubahan PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kerangka dasar kurikulum adalah tatanan konseptual kurikulum yang dikembangkan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. (Pasal : 17). Sesuai dengan ini maka pengembangan kurikulum harus berdasar Standar Nasional Pendidikan, yaitu kriteria minimal tentang system pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara kesatuan Republik Indonesia.  Ada 8 Standar Nasional Pendidikan yaitu :
1.      Standar Kompetensi Lulusan yang merupakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2.      Standar Isi sebagai kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
3.      Standar Proses digunakan sebagai kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
4.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan sebagai kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5.      Standar Sarana dan Prasarana sebagai kriteria mengenai ruang belajar, perpustakaan, laboratorium, dll.
6.      Standar Pengelolaan merupakan kriteria mengenai parencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan.
7.      Standar Pembiayaan sebagai kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8.      Standar Penilaian Pendidikan untuk menentukan kriteria mengenai mekanisme, prosedur, an instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Dalam menentukan isi kurikulum. Dibawah ini dijelaskan tentang cara menentukannya menurut Sudjana, antara lain :
1.      Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.
2.      Isi kurikulum harus mencerminkan kejadian dan fakta sosial, artinya sesuai dengan tuntutan hidup nyata dalam masyarakat.
3.      Isi  kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang komprehensif.
4.      Isi kurikulum harus mengandung aspek kimia yang tahan uji.
5.      Isi kurikulum harus mengandung bahan yang jelas, teori, prinsip, konsep, dan fakta yang terdapat didalamnya bukan sekedar informasi intelektual.
6.      Isi kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
B.     Model Konsep Kurikulum
a.       Kurikulum Subject Academic
Kurikulum model subyek akademik merupakan kurikulum yang materi atau isinya mengembangkan ilmu-ilmu yang telah ada sebelumnya. Konsep yang demikian berdasar atas pemikiran filsafat Perenealisme dan Essentialisme. Orientasi dari konsep ini adalah melihat masa lalu untuk yang akan datang. Ilmu-ilmu yang telah ada dari pemikir atau penemu sebelumnya dipilih sesuai dengan visi-misi dan tujuan sekolah atau madrasah. Fungsi pendidikan menurut konsep ini hanyalah memelihara dan mewariskan hasil. Strategi dan fokus pembelajarannya adalah generalisasi keilmuan yang terpusat pada guru (teacher centered) adapun desain kurikulumnya adalah terstruktur dari atas kebawah.[2]
b.      Kurikulum Humanistik
Konsep kurikulum humanistik secara makro berpandangan bahwa pendidikan bertujuan untuk menjadikan peserta didik menjadi manusia yang manusiawi sehingga pembelajaran yang dilakukan haruslah juga pembelajaran yang memanusiakan manusia. Konsep dari kurikulum ini, isi, proses, dan hasilnya mengedepankan bagaimana manusia mengerti jati diri manusia, potensi bakat-minat manusia, tujuan hidup manusia, hak dan kewajiban manusia dan seterusnya.[3] Dasar pemikirannya bersumber pada filsafat Personalized Eeducation dan Progesive Education John Dewey, juga Romantic Education JJ. Rousseau. Orientasi dari pengembangan konsep ini, memandang siswa sebagai manusia yang utuh. Meskipun saat sekarang anak  sebagai peserta didik, namun sebenarnya peserta didik tersebut dalam perkembangannya menjadi manusia dewasa yang memiliki jati diri, karakter, potensi, bakat minat masing-masing. Fungsi pendidikan dalam konsep ini adalah membina manusia yang utuh. Adapun materi dan isi kurikulumnya haruslah meliputi aspek (ranah) kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemudian proses pembelajaran mengharuskan guru untuk melaksanakan dan meningkatkan motivasi agar peserta didik menemukan kesadaran diri (Learner Centered).

c.       Kurikulum Rekontruksi Sosial
Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial merupakan konsep kurikulum yang bersumber pada permasalahan yang muncul pada masyarakat. Orientasi kurikulum diharapkan hasil pendidikan dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Maka fungsi kurikulum ini memandang bahwa pendidikan itu yang terpenting adalah adanya interaksional. Sekolah atau madrasah harus dapat berpartisipasi dalam pengambangan masyarakat, dan sebaliknya masyarakat dapat mendukung pengembangan kurikulum di sekolah. isi atau materinya adalah pembaharuan masyarakat, sedangkan fokus dari pembelajaran tersebut adalah pembalajaran yang dilakukan individu (Future Learning).[4]
d.      Kurikulum Konfluen
Konsep kurikulum konfluen dapat diartikan sebagai kurikulum yang ingratif, adanya saling keterkaitan, satu kesatuan, adanya keseimbangan. Sumber pemikirannya adalah filsafat eksistensialisme dan teori belajar. Konsep kurikulum ini masih mengedepankan kesatuan ranah Bloom, yakni : Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Dalam proses pembelajaran partisipasi anak sangatlah diperlukan. Tujuan pendidikan dalam konsep kurikulum ini adalah terciptanya pribadi peserta didik  sebagai manusia utuh,  dan juga adanya keseimbangan dan keserasian hidup antara individu dengan masyarakat.
e.       Konsep Teknologi
Konsep kurikulum teknologi adalah konsep kurikulum yang senantiasa mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Kurikulum diupayakan mengikuti dinamika IPTEK, agar pendidikan tidak out of date, namun up to date. Hal ini dikarenakan, perkembangan teknologi untuk semua aspek kehidupan. Pendidikan merupakn software dan teknologi merupakan alat medisnya. Sedangkan jika pendidikan sebagai hardware maka teknologi merupakan alat atau media yang akan membantu proses pendidikan yang dilaksanakan.
C.    Model Pengembangan Kurikulum
1.      Model Administratif
Model administratif bisa disebut juga line staff atau juga top down artinya kurikulum dikembangkan dari pusat (Kemendiknas RI), Direktur Jenderal, Direktur, Kanwil Disnakpora Provinsi, Kandiknaspora kabupaten atau kota, kemudian ke Sekolah atau ke Madrasah. Dengan kata lain pengembangan kurikulum datang dari administrator pendidikan. Kurikulum ini juga disebut sebagai kurikulum terpusat. Pengembangan kurikulum ini dilaksanakan sebagai berikut :
a.       Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang (pengawas pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti).
b.      Tim menentukan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.
c.       Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan staff pengajar yang merumuskan tujuan khusus, GPBB, dan Kegiatan belajar.
d.      Hasil kerja dari poin ketiga direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil Try Out.
e.       Setelah Try Out yang dilakukan oleh beberapa Kepala Sekolah direvisi seperlunya, maka Kurikulum tersebut siap diimplementasikan.
2.      Model dari Bawah (Grass Roots Model)
Kebalikan dari administratif model maka The Grass Roots Model merupakan kurikulum yang pengembangannya dimulai dari bawah (bottom up). Guru menyusun kurikulum melalui musyawarah, diketahui kepala sekolah dan komite, mendatangkan tokoh masyarakat dan ahli pendidikan. Tahap-tahapnya adalah :
a.       Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar)
b.      Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
c.       Pihak atasan memberi bimbingan dan dorongan.
d.      Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan loka karya untuk mencari input yang diperlukan.
3.      Model Beuacham (Beachamp’s System)
Pengembangan kurikulum model Bacham’s System adalah pengembangan kurikulum yangb menetapkan lingkup wilayah terlebih dahulu, misalnya : sekolah, kabupaten, kota, provinsi, atau negara. Kemudian menetapkan personalia, dan menetapkan organisasi atau prosedurnya, langkah-langkahnya adalah :
a.       Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah, baik yang berskala regional maupun nasional.
b.      Menunjuk tim pengembang yang terdiri dari ahli kurikulum, para ekspert, staff  pengajar, petugas bimbingan dan narasumber lain.
c.       Tim penyusun menentukan materi.
d.       Melaksanakan kurikulum disekolah.
e.       Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.

4.      Model Terbalik Hilda Taba (Taba‘s Inverted Model)
Model pengembangan ini dikembangkan oleh tokoh pendidikan Hilda Taba dimana  pengembangan kurikulum melalui langkah-langkah sebagai  berikut :
a.       Unit eksperimen guru, seperti merumuskan tujuan, menentukan materi, menentukan penilaian, kemudian disusunlah suatu unit kurikulum.
b.      Menguji unit eksperimen.
c.       Revisi dan Konsolidasi.
d.      Pengembangan kurikulum.
e.       Implementasi dan Diseminasi.
5.      Model Hubungan Interpersonal dari Rogers (Roger’s Interpersonal Relations Model)
Model pengembangan ini memandang bahwa pengembangan kurikulum harus mengikuti perkembangan subyek peserta didik. Karena pada dasarnya perubahan kurikulum dikarenakan adanya perubahan individu. Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu peserta didik secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal. Ada 4 syarat yang harus dipenuhi dalam model Roger’s, yaitu :
a.       Pemilihan target dari sistem pendidikan.
b.      Partisipasi dari guru dalam pengalaman yang intensif.
c.       Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran.
d.      Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.
6.      Model Action Research yang Sistematis (the System Action-Researcgh Model)
Dasar dari  pengembangan kurikulum model ini beranggapan bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Sehingga pengembangan kurikulum harus memperhatikan adanya interaksi antara orang tua dengan siswa, orang tua dengan guru, siswa dengan guru, guru dengan sekolah, dan sekolah dengan masyarakat. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a.       Adanya problem proses belajar mengajar yang perlu diteliti.
b.      Mencari sebab-sebab terjadinya problem sekaligus mencari serta memutuskan pemecahannya.
c.       Melaksanakan putusan yang telah diambil.

7.      Model Demonstrasi
Langkah-langkahnya adalah :
a.       Staff pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik.
b.      Hasil tersebut disebarluaskan di sekolah sekitar.
8.      Emerging Technical Model
Perkembangan IPTEK serta nilai-nilai efesiensi dalam bisnis menjadikan pengembangan kurikulum model ETM, syaratnya :
1.      The behavioral analysis model (penguasaan perilaku).
2.      The system analysis model (dari efesiensi kegiatan bisnis).
3.      The computer based mode (memanfaatkan komputer).
4.      Makanya pengembangan kurikulum ETM bisa dikatakan pengembangan kurikulum yang memperhatikan dunia kerja.

D.    Model Evaluasi Kurikulum
Evaluasi pada dasarnya adalah proses penentuan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Dalam proses tersebut tercakup usaha mencari dan mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan sebagai dasar dalam menentukan nilai sesuatu yang menjadi objek evaluasi, seperti program prosedur pelaksanaan kurikulum, cara pendekatan, model kerja, hasil program dan lain-lain.[5]
Dalam menilai suatu kurikulum ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan dasar dan pertimbangan untuk menentukan kriteria-kriteria atau indikator penilaian kurikulum. Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah : tujuan harus jelas, realisme, ekologi, operasional, klasifikasi, keseimbangan, dan kontuinitas. Kejelasan tujuan penilaian sangat penting sebab memberikan rambu-rambu mengenai data apa yang diperlukan dan aspek mana yang perlu dinilai, serta alat atau jenis penilaian yang harus digunakan. Evaluasi kurikulum harus cukup realistis, artinya dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki. Ekologi, suatu kurikulum harus dapat memperhitungkan adanya hubungan yang erat antara program studi dan situasi daerah, tempat sekolah itu berada, misalnya kondisi ekonomi setempat. Operasional, artinya harus dapat merumuskan secara spesifik hal-hal yang harus diukur dan dinilai dalam melaksanakan kegiatan penilaian kurikulum. Klasifikasi, dalam menilai suatu kurikulum untuk lembaga pendidikan tertentu terlebih dahulu harus ada klasifikasi yang jelas dari sudut : jenjang dan tingkat pendidikan, jenis sekolah, jenis kurikulum yang digunakan, kemampuan atau daya dukung sekolah, dan kondisi geografis dari sekolah tersebut. Keseimbangan, artinya menilai suatu kurikulum tidak hanya dilakukan pada kurikulum nyata (kurikulum aktual)  tetapi juga sekaligus terhadap kurikulum yang diniatkan (intended), tanpa adanya keseimbangan dari kedua hal tersebut maka kesimpulan akhir tidk dapat memecahkan kelemahan dan hambatan yang ada. Hubungan kontunitas atau kesinambungan artinya, penilaian suatu kurikulum harus dilakukan secara menyeluruh untuk setiap jenjang pendidikan, tiap tngkat jenjang pendidikan maka berbeda cara evaluasinya.[6]
Nana Syaodih Sukmadinata (2015) mendefinisikan evaluasi kurikulum merupakan suatu tema yang luas, meliputi banyak kegiatan, meliputi sejumlah prosedur, bahkan dapat merupakan suatu lapangan studi yang berdiri sendiri. Evaluasi kurikulum juga merupakan suatu fenomena yang multifaset, memiliki banyak segi.[7]
Ada beberapa model evaluasi kurikulum :
1.      Evaluasi Model Penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode test psikologis serta eksperimen lapangan. Test psikologis atau test psikomotorik pada umumnya mempunya dua bentuk. Yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.
Comupterative approach dalam evaluasi. Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan eksperimen lapangan adalah mengadakan pembandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya menggunakan dua metode belajar yang berbeda. Kelompok pertama belajar membaca dengan metode global dan kelompok lain menggunakan metode unsur. Kelompok mana yang lebih baikatau lebih berhasil? Apakah keberhasilan metode tersebut dapat ditransfer ke metode yang lain? Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan rinci. Besarnya sampel, variabel yang terkontrol, hipotesis, treat-ment, tes hasil belajar, dan sebagainya perlu dirumuskan secara tepat dan rinci.[8]
2.      Evaluasi Model Objektif
Dalam evaluasi model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai peranan menghimpun pendapat-pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yang dilaksanakan. Evaluasi dilakukan pada akhir pengembangan kurikulum, kegiatan penilaian ini sering disebut dengan evaluasi sumatif. Dalam hal-hal tertentu sering evaluator bekerja sebagai bagian dari tim pengembang. Informasi-informasi yan diperoleh dari hasil penilaiannya digunakan untuk penyempurnaan inovasi yang sedang berjalan. Evaluasi ini sering disebut evaluasi formatif. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus). Keberhasilan pelaksanaan kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan tersebut.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif :
1.      Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum,
2.      Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa,
3.      Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut,
4.      Mengukur kesesuaian antar perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.
Pendekatan inilah yang digunaka oleh Ralph Tylor (1930) dalam menyusun tes dengan titik tolak pada perumusan tujuan tes, sebagai asal mula pendekatan sistem (approach system). Pada tahun 1950-an Benyamin S. Bloom dengan kawan-kawannya menyusun klasifikasi sistem tujuan yang meliputi daerah-daerah belajar (cognitive domain). Merka membagi proses mental yang berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 kategori, yaitu knowledge, comprehension, application, analysis, synthetis, dan evaluation. Mereka membagi-bagi lagi tujuan-tujuan tersebut pada sub-tujuan yang lebih khusus. Perumusan tujuan-tujuan dari Bloom dan kawan-kawan belum sampai pada perumusan tujuan yang bersifat behavioral. Untuk itudiperlukan perumusan lebih lanjutyang sangat khusus dan bersifat behavioral.
Dasar-dasar teori Tylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum, dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan sistem instruksional. Sistem pengajaran terkenal yang menggunakan metode ini ilaha IPI (Individually Prescribed Instruction). Suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research and Development Centre Universitas Pttsburg. Dalam IPI, anak mengikuti kurikulum yang memiliki 7 unsur :
1.      Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan unit-unit,
2.      Suatu prosedur program testing,
3.      Pedoman prosedur penulisan,
4.      Materi dan alat-alat pengajaran,
5.      Kegiatan guru dalam kelas,
6.      Kegiatan murid dalam kelas, dan
7.      Prosedur pengelolaan kelas.[9]
3.      Model Campuran Multivariasi
Model campuran multivariasi merupakan strategi evaluasi yang menyatukan antara evaluasi model penelitian dan evaluasi model objektif. Strategi ini memungkinkan pembandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak keberhaslan setiap kurikulum diukur berdasarkan kreteria khusus dari masing-masing kurikulum.
Langkah-langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi / diteliti,
2.      Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal,
3.      Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
4.      Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer,
5.      Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.[10]











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konsep Kurikulum merupakan isi atau materi mata pelajaran, dan juga proses atau pengalaman yang dialami siswa disekolah. Kurikulum merupakan landasan dari diadakannya semua kegiatan yang ada disekolah. Sedangkan istilah pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menghasilkan kurikulum, atau proses mengaitkan satu komponen dengan komponen lainnya untuk menghasilkan suatu kurikulum yang lebih baik, atau kegiatan penyusunan, implementasi dan evaluasi serta kegiatan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat berbagai macam metode atau cara pengembangan yang dapat digunakan, diantaranya Model konsep kurikulum yang mempunyai beberapa macam cara yaitu : Kurikulum Subject Academic, Kurikulum Humanistik, Kurikulum Rekontruksi Sosial, Kurikulum Konfluen, dan Konsep Kurikulum Teknologi. Sedangkan Model Pengembangan Kurikulum macam caranya adalah :  Model Administratif, Grass Roots Model, Model Terbalik Hilda Taba, Model Hubungan Interpersonal dari Rogers, Model Action Research yang Sistematis, Model Demonstrasi, Emerging Technical Model. Untuk model Evaluasi Kurikulum itu menyesuaikan dengan jenjang tingkat pendidikan tersebut, semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin tinggi pula kualitas penilaiannya.
Jadi dari beberapa model konsep kurikulum diatas, bisa diterapkan oleh pihak yang ingin membuat sebuah kurikulum. Sekiranya dengan model dan konsep pengembangan kurikulum diatas, bisa menghasilkan sebuah kurikulum yang baik yang disukai semua kalangan.



[1] Muhammad  Zaini, Pengembangan Kurikulum  : Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, ( Yogyakarta : Teras, 2009 ), hlm. 8.
[2] Abdul Majid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Wonosobo : Media Kreasi, 2015), h. 61.
[3]  Ibid, hlm. 62.
[4] Ibid, hlm, 63.
[5] Muhammad  Zaini, Pengembangan Kurikulum  : Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, ( Yogyakarta : Teras, 2009 ), hlm. 142.
[6] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, (Bandung : Sinar Baru Algasindo, 2005), h. 49.
[7] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 185
[8] Ibid. h. 186
[9] Ibid. h. 187
[10] Ibid. h.188

1 komentar:

  1. Slot Search - Gambling in Vegas, NV - MapyRO
    Find the best slot search casinos 전주 출장샵 in Vegas, 양주 출장안마 NV. Search for slot games and casino in the area. Use the 포천 출장마사지 map 하남 출장마사지 to find more casino 영천 출장안마 slots.

    BalasHapus