Jumat, 30 September 2016

Metode Sorogan Turutan

PEMBELAJARAN AL-QURAN KONVENSIONAL
Metode Turutan & Metode Sorogan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan
Dosen : Abdullah Ma’sum. Alh. M. Pd. I






Disusun Oleh :
Fahrul Abas
Riski Makrifatunnikmah
Evy Oktaviana
Elfina Laeliya Fatma
Ida Agis Setiyaningsih
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO (UNSIQ)

2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Mempelajari cara membaca Al-Quran merupakan kewajiban setiap muslim. Banyak sekali lembaga-lembaga yang mengajarkan bagaimana cara membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Mulai dari Taman Pendidikan Quran (TPQ), madrasah diniyah, pondok pesantren, dan lain sebagainya. Bahkan di beberapa tempat juga ada pengajian Al-Quran di mushola-mushola atau masjid yang bersifat non lembaga. Biasanya sukarela dari pengajar.
Banyak metode-metode yang dipakai untuk mempermudah pengajar dalam  mengajarkan cara membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Tapi dari sekian banyak metode yang dipakai,
yang paling banyak dipakai adalah metode turutan ataupun metode sorogan.
Metode turutan ataupun sorogan merupakan metode yang paling lama dipakai di kalangan masyarakat. Jika kita bertanya pada orang tua atau kakek nenek kita, pasti mereka tau ataupun pernah mengaji turutan. Turutan  merupakan metode klasik yang dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam mengajarkan cara membaca Al-Quran yang baik dan benar.
Namun seiring berjalannya waktu, keberadaan metode turutan maupun sorogan mulai tersingkirkan. Seiring dengan maraknya kemunculan metode-metode baru yang dianggap lebih efektif. Banyak madrasah yang berpindah dari metode turutan ke metode- metode baru seperti qiraati.
B.      Rumusan Masalah
1.       Bagaimana pembelajaran Al-Quran dengan metode turutan?
2.       Bagaimana pembelajaran Al-Quran dengan metode sorogan?
C.     Tujuan
1.       Untuk mengetahui pembelajaran Al-Quran dengan metode turutan.
2.       Untuk mengetahui pembelajaran Al-Quran dengan metode sorogan.









BAB II
PEMBAHASAN
A.     Metode Turutan
Metode Al-Bagdadi atau Yang biasa kita sebut dengan turutan merupakan metode yang paling lama dan paling banyak dipakai. Metode ini dipercaya berasal dari Bagdad, Irak. Dan diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun 1930an sebelum Indonesia merdeka oleh saudagar-saudagar Arab yang singgah di kepulauan Indonesia.
Cara mengajarkan metode turutan dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf hijaiyah, kemudian tanda-tanda bacanya dengan dieja / diurai secara pelan. Setelah menguasai dengan baik, barulah diajarkan membaca surat Al-Fatihah, An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan seterusnya hingga selesai juz Amma. Setelah selesai juz Amma, dilanjutkan dengan mulai membaca Al-Quran pada mushaf, dimulai dari juz pertama sampai tamat.
Dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi, pengajian anak terus menyebar dalam jumlah yang besar secara merata di seluruh pelosok tanah air. Berkat pengajian anaklah kemudian umat islam dari generasi ke generasi berikutnya mampu membaca Al-Quran dan mengetahui dasar-dasar keislaman.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan IPTEK, sistem pengajian tradisional dan metode pembelajaran dengan kaidah turutan yang demikian, jadi kurang menarik.Anak-anak lebih tahan duduk berjam-jam di depan televisi dari pada duduk setengah jam di depan guru ngaji. Akibatnya, harus dibutuhkan waktu dua sampai lima tahun untuk bisa memiliki kemampuan  mebaca Al-Quran. Akibat lebih lanjut adalah semakin banyak terlihat anak muda islam yang tidak memiliki kemampuan membaca Al-Quran.
Mengaji dengan metode turutan biasanya dilakukan di mushola-mushola atau masjid, dimana santri berjejer duduk di depan ustadz, kemudian maju satu per satu menghadap sang ustadz dengan membawa buku turutan yang berisikan tulisan huruf hijaiyah dilanjutkan dengan harokat, juga ada surat-surat juz 30.
Ada beberapa cara pembelajaran dengan metode turutan, yaitu :
1.       Hafalan
Para murid diharuskan untuk menghafal materi yang sudah dipelajari pada setiap kali pertemuan. Setelah pertemuan berikutnya, para murid menyetorkan hafalannya di depan dan disimak oleh ustadz.
2.       Mengeja
Setiap kali pertemuan seorang guru menulis di papan tulis tentang materi, lalu membacakannya dengan mengeja, kemudian siswa siswi menirukan sehingga terjalin komunikasi antara murid dengan ustadznya.


3.       Modul
Para murid diberi modul untuk dipelajari dan dibaca atau bahkan menulis terhadap materi yang sudah dipelajari.
4.       Tidak Variatif
Pada metode ini tidak disusun menjadi beberapa jilid buku, melainkan hanya 1 jilid buku saja.
5.       Pemberian contoh yang absolute
Seorang ustadz atau ustadzah dalam memberikan bimbingan, terlebih dahulu memberikan contoh kemudian santri mengikutinya, sehingga santri tidak diperlukan bersikap aktif.
Setiap metode  pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Adapun kelebihan metode turutan diantaranya :
·         Murid akan mudah dalam belajar karena sebelum diberikan materi, murid sudah hafal huruf-huruf hijaiyah.
·         Murid yang lancar akan cepat melanjutkan pada materi selanjutnya karena tidak menunggu murid lainnya.
·         Bahan atau materi pelajaran disusun secara sekuensif.
·         30 huruf abjad hampir selalu ditampilkanpada setiap langkah secara utuh sebagai tema sentral.
·         Pola bunyi dan susunan huruf (wazan) disusun secara rapi.
·         Keterampilan mengeja yang dikembangkan merupakan daya tarik tersendiri.
·        Materi tajwid secara mendasar terintegrasi dalam setiap langkah.
Adapun kekurangannya ialah :
·         Membutuhkan waktu yang lama karena harus menghafal huruf hijaiyah dahulu dan harus dieja.
·         Murid kurang aktif karena harus mengikuti ustadz-ustadznya dalam membaca.
·         Kurang variatif karena menggunakan satu jilid saja.
·         Kaidah turutan yang asli sulit di ketahui, karena sudah mengalami beberapa modifikasi kecil.
·         Penyajian materi terkesan menjemukan.
·         Penampilan beberapa huruf yang mirip dapat menyulitkan pengalaman murid.
·         Memerlukan waktu lama untuk membaca Al-Quran.

B.      Metode Sorogan
Sorogan berasal dari bahasa Jawa “sorog” yang berarti menyodorkan. Secara istilah metode ini disebut sorogan karena murid menghadap kyai atau ustadz pengajarnya seorang demi seorang dan menyodorkan kitab untuk dibaca dan atau dikaji bersama dengan kyai tau ustadz tersebut.
Sorogan juga berarti cara penyampaian bahan pelajaran dimana kyai atau ustadz mengajar santri seorang demi seorang secara bergilir dan bergantian, santri membawa kitab sendiri-sendiri. Mula-mula kyai membacakan kitab yang diajarkan kemudian menerjemahkan kata demi kata serta menerangkan maksudnya, setelah itu santri disuruh membaca dan mengulang seperti apa yang telah diucapkan kyai sehingga setiap santri menguasainya.
Begitupun dalam pembelajaran Al-Quran. Kyai mengejakan huruf hijaiyah, tau membacakan ayat Al-Quran jika santri sudah mengerti huruf, kemudian santri disuruh mengulangi bacaan yang dibacakan oleh kyai.
Dengan cara santri menghadap kyai atau ustadz secara individual untuk menerima pelajaran secara langsung, kemampuan santri dapat dikontrol oleh ustadz atau kyainya. Metode ini memungkinkan bagi seorang guru untuk mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan murid dalam menguasai Bahasa Arab yang menjadi bahasa kitab.
Metode sorogan yang biasa disebut dengan pengajaran individual ini memberikan kebebasan kepada para santri sekaligus, untuk mengikuti pelajaran menurut prakarsa dan perhitungan sendiri, menentukan bidang dan tingkat kesukaran buku pelajarannya sendiri serta mengatur intensitas belajar menurut kemampuan menyerap dan memotifasinya sendiri.
Pembelajaran dengan metode sorogan biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu yang disitu tersedia tempat duduk untuk kyai sebagai pengajar, dan didepannya tersedia juga bangku atau meja kecil untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Sementara itu santri yang lainnya duduk agak menjauh sambil mendengarkan apa yang disampaikan atau melihat peristiwa apa saja yang terjadi pada saat temannya maju menghadap dan menyorogkan kitabnya kepada kyai sebagai bahan perbandingan saat gilirannya untuk maju tiba.
Ada beberapa teknik pembelajaran dengan metode sorogan, yaitu :
a.       Seorang santri yang mendapat giliran menrorogkan kitabnya menghadap langsung secara tatap muka kepada ustadz atau kyai pengampu kitab tersebut. Kitab yang menjadi media sorogan diletakkan diatas meja atau bangku kecil yang ada diantara mereka berdua.
b.       Ustadz atau kyai tersebut membacakan teks dalam kitab dengan huruf arab yang dipelajari baik dengan melihat maupun secara hafalan, kemudian memberikan arti atau makna per kata dengan bahasa yang mudah dipahami.
c.       Santri dengan tekun mendengarkan apa yang dibacakan oleh ustadz atau kyainya dan mencocokkannya dengan kitab yang dibawanya.
d.       Setelah selesai pembacaannya oleh ustadz atau kyai,santri kemudian menirukan kembali apa yang telah disampaikan di depan. Bisa juga pengulangan ini dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya sebelum memulai pelajaran baru. Dalam hal ini ustadz atau kyai melakukan monitoring dan koreksi seperlunya kesalahan atau kekurangan atas bacaan (sorogan) santri.
Metode sorogan banyak dipakai di pondok pesantern tradisional. Bahkan pondok pesantren modern juga banyak yang masih menerapkan metode ini. Metode ini juga di pakai dalam pengajian-pengajian Quran atau kitab yang diselenggarakan di mushola-mushola atau masjid di kampung-kampung. Kebanyakan yang mengajar adalah lulusan pondok pesantren tradisional. Mereka mengadopsi sorogan di pondok pesantren tradisional untuk diterapkan di kampung halaman mereka.
Kegiatan belajar mengajar secara individual dapat melatih santri untuk terbiasa lebih aktif dalam belajar dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab untuk mencari, menemukan, memecahkan masalah, dan menerapkannya dengan situasi yang baru dengan semangat dan gairah yang tinggi. Keberhasilan kegiatan belajar mandiri tidak akan tercapai dengan sendirinya melainkan harus diusahakan semaksimal mungkin dengan cara proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan keaktifan belajar santri.
Sama seperti metode yang lain, sorogan juga mempunyai kelebihan juga kekurangan. Kelebihan sorogan yaitu :
·         Ada interaksi individual antara kyai dan santri.
·         Santri sebagai peserta didik lebih dapat dibimbing dan diarahkan dalam pembelajarannya, baik dari segi bahasa maupun pemahaman isi kitab.
·         Dapat dikontrol, dievaluasi,dan diketahui perkembangan dan kemampuan diri santri.
·         Ada komunikasi efektif antara santri dan pengajarnya.
·         Ada kesan yang mendalam dalam diri santri dan pengajarnya.
Adapun kekurangan metode sorogan yaitu tidak tumbuhnya budaya tanya jawab (dialog) dan perdebatan, sehingga timbul budaya anti kritik terhadap kesalahan yang diperbuat sang pengajar pada saat memberikan keterangan. Dan mungkin inilah yang menyebabkan sebagian ahli dan tenaga pendidikan kontemporer tidak memanfaatkan metode ini sebagai metode pembelajaran resmi.















BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Banyak sekali metode-metode yang mengajarkan bagaimana cara untuk membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Diantara metode-metode tersebut ada metode yang bersifat konvensional, yaitu metode turutan, ataupun juga metode sorogan.
Metode turutan banyak di pakai di kalangan masyarakat umum sampai sekarang. Para ustadz atau kyai di kampung-kampung biasa mengajarkan metode turutan dan sorogan di mushola ataupun masjid. Pembelajaran dimulai dengan pengkajian turutan. Setelah tamat turutan dilanjutkan pengkajian kitab kuning dengan menggunakan metode sorogan.
Memang di era sekarang metode turutan dan metode sorogan mulai ditinggalkan seiring dengan maraknya metode-metode baru yang bermunculan, seperti iqra’, qiraati, yanbu’a, dan lain sebagainya. Metode-metode ini dinilai lebih efektif jika dibandingkan dengan metode turutan dan metode sorogan.
Tapi kita tidak bisa melupakan metode turutan dan metode sorogan ini. Metode ini telah sukses menjaga budaya siswa untuk tetap mempelajari Al-Quran selama bertahun-tahun. Pada tahun 80an metode ini begitu diganderungi oleh masyarakat umum di tanah air. Jadi alangkah baiknya jika kita bisa menggabungkan metode-metode yang baru-baru ini bermunculan dengan metode turutan dan metode sorogan yang sudah lama digemari masyarakat luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar