BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Selain dalam Al-Quran, ikhlas juga banyak dijelaskan dalam hadist.
Rasulullah SAW adalah sumber inspirasi manusia yang pernah hidup di bumi ini.
Risalah Beliau dalam menyebarkan Islam, mengerucut pada satu titik penghambaan
yang utuh pada keesaan Allah. Substansi keikhlasan seorang hamba ialah proses
penyerahan diri secara tulus, dalam balutan rasa syukur dan sabar. Keikhlasan
akan berbuah ketentraman, dan kebahagiaan di dalam hati hamba-hamba Allah yang
beriman.
Totalitas pasrah seorang hamba yang ikhlas, akan membawa dirinya
pada tingkat yang lebih tinggi, kedekatannya pada Allah SWT. Semakin kuat
energi ikhlas dalam diri seorang hamba, maka semakin kuat juga kedamaian dan
kebahagiaan di hatinya. Karena itu bagi hamba yang ikhlas, seluruh waktunya ia
habiskan untuk mengingat Allah, memuji Tuhannya, dan berdoa agar dirinya
termasuk dalam golongan orang-orang yang mendapatkan ridha, cinta, dan makrifat
Allah.
Sesungguhnya setiap muslim dituntut untuk selalu menjaga keikhlasan
dalam setiap amal dan ibadahnya. Keikhlasan mutlak menjadi harga diri setiap
ibadah kaum muslim. Semua dilakukan semata karena Allah. Amal yang diterima
adalah amal yang dikerjakan dengan ikhlas tentunya. Amal hanya karena Allah
semata, dan tidak ada harapan kepada makhluk sedikitpun. Niat ikhlas bisa
dilakukan sebelum amal dilakukan, bisa juga disaat melakukan amal atau setelah
melakukan amal.
Sesungguhnya setiap umat yang terdapat keikhlasan dihatinya niscaya
Allah akan mempermudah segala urusannya. Keikhlasan menjadi kekuatan yang besar
dalam diri seorang yang beriman, menjadi tonggak dalam setiap langkahnya dalam
mengarungi kehidupan, agar senantiasa selalu berada di jalan-Nya.
Keikhlasan dalam melakukan semua hal, yang harus senantiasa karena
Allah dijelaskan dalam beberapa hadist, yang beberapa diantaranya akan menjadi
topik pembahasan makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
ikhlas?
2.
Bagaimana
penjelasan hadist tentang keikhlasan?
3.
Bagaiman
keikhlasan dalam menuntut ilmu?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
makna ikhlas,
2.
Untuk
menjelaskan hadist tentang keikhlasan,
3.
Untuk
menjelaskan keikhlasan dalam menuntut ilmu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ikhlas
Makna ikhlas secara bahasa ialah bersih dari kotoran dan menjadikan
sesuatu bersih dari kotoran. Sedangkan secara istilah ialah, ikhlas berarti
mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang
lain.
Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas ialah
ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk
Allah, mengharap ridha-Nya dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan
dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan, tau kemunduran.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di
dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan
bahwa makna ikhlas memurnikan amalan
dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah surat
Al-Fatihah ayat 5 :
إِيَّاكَ
نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan
hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”
B.
Penjelasan
Hadist Tentang Keikhlasan
Hadist Ke-1
عَنْ أَمِيْرِالْمُؤْمِنِيْنَأَبِيْ
حُفْصٍ عُمَرَبْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ
: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ ﷺ
يَقُوْلُ : إِنَّمَاالْأَعْمَلُ بِ ا لنِّيَاتِ وإِنَّمَالِكُلَّ امْرِئٍ مَانَوَى
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللّٰهِ
وَرَسُوْلِهِ َوَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى مَاهَاجَرَ إِلَيْهِ ﴿ رَوَهُ اِمَامَاالْمُحَدِّثِيْنَ اَبُوْ عَبْدِاللّٰهِ مُحَمَّدُبْنُ
اِسْمَا عِيْلَ بْنِ اِبْرَاهِيْمَ ابْنُ الْمُغِيْرَةِابْنِ
بَرْدِزَبْةَالْبُخَارِىُّ وَاَبُوالْحُسَيْنِ مُسْلِمُ ابْنُ الْحَجَاجِ بْنِ
مُسْلِمٍ الْقُشَيْرِىُّ النَّيْسَا بُوْرِىُّ فِىْ صَحِيْحَيْهِمَاالَّذَيْنِ
هُمَااَصَحُّ الْكُتُبِ الْمُصَنَّفَةِ ﴾
“Dari Amirul
Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah ε bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan
sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.
Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul- Nya,
maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya
karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (Riwayat dua imam hadits,
Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al
Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi
dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah
dikarang)”
Pendapat
para ulama :
Imam
syafii berkata “ Hadits ini mencakup sepertiga ilmu”. Abi ubaid berkata “tidak
ada di antara hadits-hadits nabi SAW yang lebih mencakup sesuatu, lebih
mencukupi, dan lebih banyak faidahnya selain hadits ini.’
Kenapa
bisa dikatakan sepertiga ilmu ? karena sesungguhnya perbuatan seorang hamba adakalanya
dari hatinya, lisannya, dan anggota tubuhnya, maka niat merupakan salah satu
dari tiga bagian tersebut dan lebih kuat karena niat terkadang menjadi ibadah
yang tersendiri sedangkan selainnya butuh terhadap niat.
Pemahaman
hadits:
Ada
banyak faidah dan hikmah yang bisa diambil dalam hadits tersebut, di antaranya
:
1.
Sesungguhnya
tidak ada amalan yang diterima kecuali berdasarkan niat, misalnya tidak sah
melakukan wudhu atau sholat jika tidak di awali dengan niatnya masing-masing.
2.
Sesungguhnya
manusia di beri pahala dan siksa menurut niatnya. Jika niatnya baik, maka
amalnya baik. Jika niatnya buruk maka amalnya buruk walaupun bentuknya baik.
3. Segala perbuatan manusia terdiri dari tiga bagian yaitu ; ketaatan,
kemaksiatan, dan perkara mubah.
a.
Kemaksiatan
Perbuatan
maksiyat tidak bisa di rubah sama sekali dengan niat baik. Seperti seorang yang
mencuri harta orang lain dengan niat untuk di sedekahkan ke fakir miskin, maka
ini hukumnya tetap dosa dan haram. Atau membangun masjid dengan biyaya dari
hasil riba, atau berangkat haji dengan biyaya hasil korupsi, maka ini semua
hukumnya haram dan berdosa karena itu perbuatan maksiyat dan tidak di rubah
dengan niat baik. Maka apa yang sering kita dengar dari saudara kita yang
melakukan perbuatan maksiyat tapi dia beralasan “yang penting niatnya baik”,
misalnya tidak memakai kerudung dengan niat beradaptasi dengan warga yang ada
di lingkunganya yang tidak memakai kerudung, maka ini adalah suatu kesalahan.
Atau duduk bersama teman-temanya yang sedang menggunjing orang lain dengan
niatan idkhalus surur (supaya menyenangkan hati teman), walaupun idkhalus surur
itu mmerupakan ibadah yang baik maka ia tetap berdosa karena ia telah salah
meletakan niat.
Bahkan
oang yang seperti ini mendapatkan dua dosa karena niatnya yang baik dengan
perbuatan buruk merupakan satu keburukan lalianya. Dan jika sudah mengetahui
hal ini, maka ia berarti sengaja menentang syariat dan jika ia tidak mengetahui
hal ini, maka ia berdosa sebab tidak ketahuanya.
Karena
menuntut ilmu wajib bagi setiap orang islam. Dari sinilah pentingnya belajar
ilmu karena segala bentuk kebaikan dan keburukan bisa di ketahui dengan
syariat. Maka orang bodoh sudah pasti setiap waktunya condong menuju kesesatan
dan kehancuran.
b. Ketaatan
segala
perbuatan taat berkaitan dengan niat di dalam keabsahan dan kelipatan pahalanya
. misalnya ia berbuat taat dengan niat karena Allah SWT bukan karena ria’ (pamer) untuk orang lain maka
ketaanya diterima oleh Allah SWT dan sebaliknyya jika niat ria’ maka ketaatanya
akan berubah menjadi suatu yang tidak baik.
Dan
jika dalam satu kebaikan atau ketaatan memungkinkan untukn mendapatkan pahala
yang berlipat jika niat baiknya di perbanyak, misalnya duduk di masjid,dari
duduk di masjid ini kita bisa memperoleh pahala yang banyak dan berlipat dengan
niat berkeyakinan masjid adalah rumah Allah, maka orang yang masuk ke dalamnya
adalah tamu Allah. Yang kedua adalah menungggu sholat. Yang ketiga menghindari
anggota tubuh dari perbuatan dosa. Yang keempat untuk mengfokuskan pikiran
hanya untuk allah. Yang kelima untuk berdzikir kepada Allah atau untuk
mendengarkan dzikir. Yang keenam niat mendapat faidah ilmu dengan amar makruf
nahi munkar. Yang ketujuh niat mencari teman untuk bersaudara karrena Allah,
dan seterusnya.
c. Perkara mubah
perkara
tersebut bisa menjadi pahala atau cara khurbah (menjadi taat kepada Allah)
dengan niat baik atau bisa memperoleh pahala yang berlipat dengan niat baik
yang banyak. Misalnya makan, ini adalah hal yang mubah dan bisa mendapat pahala
denganya jika di niatkan dengan niat yang baik, misalnya melaksanakan perintah
Allah dan supaya kuat dalam beribadah.
Hadist Ke-2
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ ﷺ إِنَّ اللّٰهَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ
وَأَمْوَالِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُإِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ . رواه المسلم
Abu Hurairah r.a.,
Abdurrahman bin Sakhr berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya, Allah tidak melihat tubuh dan rupamu. Akan tetapi, Dia
melihat hatimu.” (Muslim)
Penjelasan
hadits
Hadits
ini menunjukan seperti apa yang di tunjukan oleh firman Allah, Surat Al-Hujurat
ayat 13:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا
خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ
لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”.
Allah
SWT melihat manusia bukan pada badannya; apakah besar, kecil, sehat, atau
sakit; dan tidak melihat pula pada rupanya, apakah cantik atau jelek.
Semua
itu tidak ada harganya di sisi Allah. Begitu juga Allah tidak melihat kepada
nasab, apakah nasabnya tinggi atau rendah, tidak melihat kepada harta, dan
tidak melihat kepada salah satu dari hal-hal semacam itu sama sekali.
Tidak
ada hubungan antara Allah dan hamba-Nya, kecuali dengan taqwa. Barang siapa
bertaqwa kepada Allah, maka dia lebih dekat kepada-Nya, dan lebih mulia di
sisi-Nya. Maka dari itu, janganlah kamu membanggakan hartamu, kecantikanmu,
keindahan tubuhmu, anak-anakmu, istana-istanamu, mobil-mobilmu, dan kekayaan
dunia lainnya sama sekali, tetapi jika kamu di samping kaya juga mempunyai
ketakwaan yang kuat, maka itu merupakan karunia terbesar di sisih Allah, karena
itu pujilah Allah atasnya. Betapa banyak manusia yang secara lahir amalnya
tampak baik, benar, dan sholih, tetapi sesuatu yang di bangun di atas
reruntuhan maka bangunan itu pun akan runtuh.
Niat
adalah pondasi. Jika anda mendapati dua orang yang sedang sholat bersama-sama
di sof yang sama dan mengikuti imam yang sama, tetapi nilai sholat mereka bisa
jadi jauh berbeda seperti antara barat dan timur, karena hati mereka
berbeda-beda. Yang satu hatinya lalai bahkan mungkin terbesit ria’ di dalam
sholatnya serta menghendaki keuntungan dunia, sedangkan satunya hatinya hadir
dengan sholatnya dia ingin mencari keridhoan Allah dan mengikutu sunahn
rosulnya.
Antara
keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh. Yang akan di nilai untuk
mendapatkan pahala di hari kiamat kelak. Hukum yang di jalankan manusia di dunia
berdasarkan dengan sesuatu yang lahir, sepertia yang di sabdakan oleh
rosulullah SAW, “sesungguhnya saya menetapkan hukum berdasarkan apa yang saya
dengar.” Akan tetapi di akhirat kelak yang akan di nilai adalah apa yang
terbetik di dalam hati. Kita memohon kepada Allah agar dia membersihkan hati
kita semua, jika hati kita baik, maka kita optimis akan mendapatkan kebaikan
walaupun anggota badan yang lain tidak baik.
Jadi
yang akan di nilai di akhirat kelak adalah apa yang ada di dalam hati. Jika
Allah di dalam kitabnya dan rosulullah di dalam sunahnya menegaskan agar
memperbaiki niat, maka yang harus di lakukan manusia adalah agar dia
memperebaiki niatnya, menata hatinya, dan melihat keraguan yang ada di
dalamnya, lalu mennghilangkannya menuju keyakinannya.
Oleh
karena itu kamu lihatlah tanda-tanda kebesaran Allah, jika setan melemparkan
keraguan di dalam hatimu, maka lihatlah tanda-tanda kebesaran Allah, lihatlah
ke alam semesta ini dan renungkan, bersihkan lah hatimu dengan mengatakan
kepada dirimu sendiri, sesungguhnya jika aku berbuat maksiyat kepada Allah
manusia tidak akan bisa memberi manfaat apa-apa kepdaku dan mereka tidak akan
bisa menyelamatkanku dari siksa. Tetapi jika aku menaati perintah Allah, mereka
tidak akan bisa memberiku pahala.
Hanya
Allah lah yang memberi pahala dan menahan siksa. Jika masalahnya seperti itu,
mengapa kamu berbuat syirik kepada Allah ? mengapa kamu berniat dengan ibadahmu
untuk mendekatkan diri kepada makhluk. Maka dari itu, siapa yang mendekatkan
diri kepada makhluk dengan sesuatu yang dengannya dia mendekatkan diri kepada
Allah, maka Allah dan manusia akn menjauh darinya.
Mendekatkan
diri kepada makhluk dengan cara yang di gunakan untuk mendekatkan diri kepada
Allah tidak akan menambah apa-apa baginya, kecuali justru semakin jauh dari
Allah dan makhluk. Jika Allah ridho kepadamu, maka manusia pun akan ridho. Jika
Allah murka kepadamu, maka manusia akan murka kepadamu. Surat yang di
firmankan oleh Allah dalam Al-Quran, Al-Maidah
41
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ لَا يَحۡزُنكَ
ٱلَّذِينَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡكُفۡرِ مِنَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا
بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَلَمۡ تُؤۡمِن قُلُوبُهُمۡۛ وَمِنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْۛ
سَمَّٰعُونَ لِلۡكَذِبِ سَمَّٰعُونَ لِقَوۡمٍ ءَاخَرِينَ لَمۡ يَأۡتُوكَۖ
يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ مِنۢ بَعۡدِ مَوَاضِعِهِۦۖ يَقُولُونَ إِنۡ أُوتِيتُمۡ
هَٰذَا فَخُذُوهُ وَإِن لَّمۡ تُؤۡتَوۡهُ فَٱحۡذَرُواْۚ وَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ
فِتۡنَتَهُۥ فَلَن تَمۡلِكَ لَهُۥ مِنَ ٱللَّهِ شَيًۡٔاۚ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ
لَمۡ يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمۡۚ لَهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا خِزۡيٞۖ
وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٞ
٤١
“Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang
yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang
mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati
mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang
Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar
perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka
merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan:
"Jika diberikan ini (yang sudah di rubah-rubah oleh mereka) kepada kamu,
maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah".
Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak
akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah
orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh
kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”
Membersihkan
hati merupakan perkara terpenting kepada Allah agar dia membersihkan hati kita
serta menjadikan kita orang-orang yang ikhlas dalam mengikuti Rasulnya.
Hadist Ketiga
جَاءَرَجُلٌ
إِلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ ﷺ
فَقَالَ : أَرَأَيْتَ رَجُلًا غَزَايَلْتَمِسُ الْأَجْرَ والذِّكْرَ , مَا لُهُ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ ﷺ : لاَ شَيْءَلَهُ . فَأَعَادَهَا ثَلَا ثَ مِرَارٍ ,
وَيَقُوْلُ رَسُولأُ اللّٰهِ ﷺ
: لاَشَيْءَلَهُ , ثُمَّ قَالَ : إِنَّ اللّٰهَ عَزَّ وَجَلَ لاَيَقْبَلُ مِنَ
الْعَمَلِ إِلاَّ مَاكَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغْيَ بِهِ وَجْهُهُ .
“Seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapat pahala agar ia
disebut-sebut oleh orang lain, maka Rasulullah pun menjawab : Dia tidak
mendapatkan apa-apa. Orang itupun mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali,
Rasulullah pun menjawab : Dia tidak mendapatkan apa-apa. Kemudian Beliau
berkata : Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila
amalan itu dilakukan ikhlas karena-Nya.”(HR. Abu Daud dan Nasai dari Abu
Umamah)
Dalam hadist ini dijelaskan bahwa jihad merupakan suatu amalan yang sangat
besar nilainya, namun jika tidak ikhlas dalam melakukannya, niscaya Allah tidak
akan memberikan balasan apa-apa.
Kreteria ikhlas ialah apabila seseorang niat dalam beramal hanya karena
Allah semata bukan yang lain. Bukan karena ingin dilihat atau supaya didengar
oleh orang lain. Jadi seseorang tersebut beramal bukan karena menunggu-nunggu
pujian orang atau khawatir akan celaan mereka.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata , “Beramal karena manusia adalah syirik,
sedangkan meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’. Adapun ikhlas ialah
saat Allah memelihara kita dari keduanya. Allah Ta’ala berfirman :
قُلۡ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-An’am ayat 162)
C. Ikhlas Dalam Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu adalah sebuah ibadah yang sangat mulia. Ilmu adalah kunci pembuka untuk amalan-amalan lainnya.
Karena dengan ilmu seorang hamba bagaimana seharusnya ia beribadah kepada
Tuhannya, mengetahui apa saja kewajiban yang harus ia jalankan, serta mengetahui
apa saja larangan yang harus ia jauhi. Keikhlasan dalam menuntut ilmu adalah suatu hal yang harus dijaga oleh kita
semua agar ibadah yang sangat mulia ini tidak menjadi debu yang berhamburan di
sisi Allah Ta’ala.
Niat seseorang dalam menuntut ilmu haruslah murni untuk meraih ridha
Allah SWT, mencari kebahagiaan ilmu akhirat, menghilangkan kebodohan dirinya
dan orang lain, menghidupkan agama, dan melestarikan islam. Karena islam itu
akan tetap lestari jikalau pemeluknya berilmu. Zuhud dan taqwa tidak akan sah
tanpa disertai dengan ilmu.
Dalam menuntut ilmu kita juga harus didaasari niat untuk mensyukuri
nikmat akal dan kesehatan badan, jangan sampai timbul niat hanya semata untuk
dihormati oleh masyarakat, untuk mendapatkan harta dunia, atau agar mendapatkan
kehormatan di hadapan pejabat atau lainnya.
Sabda Rasulullah
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ , قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ ﷺ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ
اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ اِلاَّ لِيُعِبَّ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَ
لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةٍ يَوْمَ الْقِيَا مَةِيَعنِى : رِيْحَهَا (رواه ابو داود)
“Dari
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Siapa yang
mempelajari ilmu yang semestinya demi mencari ridha Allah, namun dengan
memiliki itu bermaksud memperoleh kekayaan dunia, ia tidak akan mencium bau
surga di hari kiamat”. (HR. Abu Daud)
Hadist di atas pada prinsipnya memberi peringatan kepada kita agar tidak
menukar agama dengan kepentingan duniawi. Bagi siapa saja yang menuntut ilmu
tidak ikhlas karena Allah SWT, semata meniatkannya hanya untuk mendapatkan
kekayaan dunia, maka dia tidak akan mencium bau surga. Sungguh ancaman yang
harus kita ingat dan jauhi. Dengan demikian seluruh usaha kita termasuk dalam
menuntut ilmu harus dilandasi untuk mencari ridha Allah SWT.
Diantara tanda-tanda ikhlas dalam menuntut ilmu ialah sebagai berikut :
1.
Membuahkan ilmu yang bermanfaat,
2.
Mengamalkan ilmu
3.
Terus memperbaiki niat,
4.
Semakin tunduk dan takut kepada Allah SWT,
5.
Membenci pujian dan ketenaran,
6.
Semakin tawadhu’ di hadapan manusia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keikhlasan merupakan tonggak utama dari sebuah niat
yang murni. Baik dalam amal maupun ibadah seorang muslim. Tanpa rasa ikhlas
setiap perbuatan baik akan sia-sia.
Setiap amalan itu tergantung pada niatnya. Saat kita
niat melakukan suatu kebaikan dengan ikhlas mengharap ridha Allah SWT, maka
saat itulah derajat kita menjadi lebih tinggi. Karena Allah tidak melihat kita
melalui rupa kita, kan tetapi melalui keikhlasan hati kita. Apakah kebaikan yang
kita lakukan itu murni karena Allah atau karena makhluk.
Sebagai pelajar sudah seharusnya kita mendedikasikan
diri dengan sepenuh hati untuk menimba ilmu sebanyak banyaknya dengan niat
mengharapkan ridha Allah SWT. Juga demi masa depan anak cucu, agama, serta nusa
dan bangsa. Juga demi cita-cita luhur ulama’ terdahulu dalam melanjutkan dakwah
Rasulullah SAW demi menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Sebagai penutup, kami bawakan sebuah nasihat indah
dari Imam Al-Ghazali rahimahullah teruntuk kita semua. Beliau
mengatakan, “Betapa banyak malam-malam yang telah kau hidupkan dengan
mengulang-ulang ilmu dan membaca berbagai macam buku, dan kau halangi dirimu
dari tidur? Aku tidak tahu apa yang memotivasimu untuk berbuat demikian. Jika
niatmu adalah karena dunia, karena mencari harta dan mengumpulkan bagian-bagian
dunia, atau berbangga-banga dengan teman sepantaranmu, maka celakalah dan
celakalah dirimu! Tapi jika niatmu menghidupkan syari’at Nabi ﷺ, membina akhlakmu, dan mematahkan jiwa
yang suka mengaak kepada keburukan, maka beruntunglah dan beruntunglah
engkau!”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar