Jumat, 30 September 2016

Keikhlasan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Selain dalam Al-Quran, ikhlas juga banyak dijelaskan dalam hadist. Rasulullah SAW adalah sumber inspirasi manusia yang pernah hidup di bumi ini. Risalah Beliau dalam menyebarkan Islam, mengerucut pada satu titik penghambaan yang utuh pada keesaan Allah. Substansi keikhlasan seorang hamba ialah proses penyerahan diri secara tulus, dalam balutan rasa syukur dan sabar. Keikhlasan akan berbuah ketentraman, dan kebahagiaan di dalam hati hamba-hamba Allah yang beriman.
Totalitas pasrah seorang hamba yang ikhlas, akan membawa dirinya pada tingkat yang lebih tinggi, kedekatannya pada Allah SWT. Semakin kuat energi ikhlas dalam diri seorang hamba, maka semakin kuat juga kedamaian dan kebahagiaan di hatinya. Karena itu bagi hamba yang ikhlas, seluruh waktunya ia habiskan untuk mengingat Allah, memuji Tuhannya, dan berdoa agar dirinya termasuk dalam golongan orang-orang yang mendapatkan ridha, cinta, dan makrifat Allah.
Sesungguhnya setiap muslim dituntut untuk selalu menjaga keikhlasan dalam setiap amal dan ibadahnya. Keikhlasan mutlak menjadi harga diri setiap ibadah kaum muslim. Semua dilakukan semata karena Allah. Amal yang diterima adalah amal yang dikerjakan dengan ikhlas tentunya. Amal hanya karena Allah semata, dan tidak ada harapan kepada makhluk sedikitpun. Niat ikhlas bisa dilakukan sebelum amal dilakukan, bisa juga disaat melakukan amal atau setelah melakukan amal.
Sesungguhnya setiap umat yang terdapat keikhlasan dihatinya niscaya Allah akan mempermudah segala urusannya. Keikhlasan menjadi kekuatan yang besar dalam diri seorang yang beriman, menjadi tonggak dalam setiap langkahnya dalam mengarungi kehidupan, agar senantiasa selalu berada di jalan-Nya.
Keikhlasan dalam melakukan semua hal, yang harus senantiasa karena Allah dijelaskan dalam beberapa hadist, yang beberapa diantaranya akan menjadi topik pembahasan makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ikhlas?
2.      Bagaimana penjelasan hadist tentang keikhlasan?
3.      Bagaiman keikhlasan dalam menuntut ilmu?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui makna ikhlas,
2.      Untuk menjelaskan hadist tentang keikhlasan,
3.      Untuk menjelaskan keikhlasan dalam menuntut ilmu.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ikhlas
Makna ikhlas secara bahasa ialah bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih dari kotoran. Sedangkan secara istilah ialah, ikhlas berarti mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas ialah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan, tau kemunduran.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa makna ikhlas  memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah surat Al-Fatihah ayat 5 :
 إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”
B.     Penjelasan Hadist Tentang Keikhlasan
Hadist Ke-1
عَنْ أَمِيْرِالْمُؤْمِنِيْنَأَبِيْ حُفْصٍ عُمَرَبْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ يَقُوْلُ : إِنَّمَاالْأَعْمَلُ بِ ا لنِّيَاتِ وإِنَّمَالِكُلَّ امْرِئٍ مَانَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ َوَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى مَاهَاجَرَ إِلَيْهِ ﴿ رَوَهُ اِمَامَاالْمُحَدِّثِيْنَ اَبُوْ عَبْدِاللّٰهِ مُحَمَّدُبْنُ اِسْمَا عِيْلَ بْنِ اِبْرَاهِيْمَ ابْنُ الْمُغِيْرَةِابْنِ بَرْدِزَبْةَالْبُخَارِىُّ وَاَبُوالْحُسَيْنِ مُسْلِمُ ابْنُ الْحَجَاجِ بْنِ مُسْلِمٍ الْقُشَيْرِىُّ النَّيْسَا بُوْرِىُّ فِىْ صَحِيْحَيْهِمَاالَّذَيْنِ هُمَااَصَحُّ الْكُتُبِ الْمُصَنَّفَةِ
“Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah ε bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul- Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang)”
Pendapat para ulama :
Imam syafii berkata “ Hadits ini mencakup sepertiga ilmu”. Abi ubaid berkata “tidak ada di antara hadits-hadits nabi SAW yang lebih mencakup sesuatu, lebih mencukupi, dan lebih banyak faidahnya selain hadits ini.’
Kenapa bisa dikatakan sepertiga ilmu ? karena sesungguhnya perbuatan seorang hamba adakalanya dari hatinya, lisannya, dan anggota tubuhnya, maka niat merupakan salah satu dari tiga bagian tersebut dan lebih kuat karena niat terkadang menjadi ibadah yang tersendiri sedangkan selainnya butuh terhadap niat.
Pemahaman hadits:
Ada banyak faidah dan hikmah yang bisa diambil dalam hadits tersebut, di antaranya :
1.    Sesungguhnya tidak ada amalan yang diterima kecuali berdasarkan niat, misalnya tidak sah melakukan wudhu atau sholat jika tidak di awali dengan niatnya masing-masing.
2.    Sesungguhnya manusia di beri pahala dan siksa menurut niatnya. Jika niatnya baik, maka amalnya baik. Jika niatnya buruk maka amalnya buruk walaupun bentuknya baik.
3.    Segala perbuatan manusia terdiri dari tiga bagian yaitu ; ketaatan, kemaksiatan, dan perkara mubah.
a.    Kemaksiatan
Perbuatan maksiyat tidak bisa di rubah sama sekali dengan niat baik. Seperti seorang yang mencuri harta orang lain dengan niat untuk di sedekahkan ke fakir miskin, maka ini hukumnya tetap dosa dan haram. Atau membangun masjid dengan biyaya dari hasil riba, atau berangkat haji dengan biyaya hasil korupsi, maka ini semua hukumnya haram dan berdosa karena itu perbuatan maksiyat dan tidak di rubah dengan niat baik. Maka apa yang sering kita dengar dari saudara kita yang melakukan perbuatan maksiyat tapi dia beralasan “yang penting niatnya baik”, misalnya tidak memakai kerudung dengan niat beradaptasi dengan warga yang ada di lingkunganya yang tidak memakai kerudung, maka ini adalah suatu kesalahan. Atau duduk bersama teman-temanya yang sedang menggunjing orang lain dengan niatan idkhalus surur (supaya menyenangkan hati teman), walaupun idkhalus surur itu mmerupakan ibadah yang baik maka ia tetap berdosa karena ia telah salah meletakan niat.
Bahkan oang yang seperti ini mendapatkan dua dosa karena niatnya yang baik dengan perbuatan buruk merupakan satu keburukan lalianya. Dan jika sudah mengetahui hal ini, maka ia berarti sengaja menentang syariat dan jika ia tidak mengetahui hal ini, maka ia berdosa sebab tidak ketahuanya.
Karena menuntut ilmu wajib bagi setiap orang islam. Dari sinilah pentingnya belajar ilmu karena segala bentuk kebaikan dan keburukan bisa di ketahui dengan syariat. Maka orang bodoh sudah pasti setiap waktunya condong menuju kesesatan dan kehancuran.

b.    Ketaatan
segala perbuatan taat berkaitan dengan niat di dalam keabsahan dan kelipatan pahalanya . misalnya ia berbuat taat dengan niat karena Allah SWT bukan  karena ria’ (pamer) untuk orang lain maka ketaanya diterima oleh Allah SWT dan sebaliknyya jika niat ria’ maka ketaatanya akan berubah menjadi suatu yang tidak baik.
Dan jika dalam satu kebaikan atau ketaatan memungkinkan untukn mendapatkan pahala yang berlipat jika niat baiknya di perbanyak, misalnya duduk di masjid,dari duduk di masjid ini kita bisa memperoleh pahala yang banyak dan berlipat dengan niat berkeyakinan masjid adalah rumah Allah, maka orang yang masuk ke dalamnya adalah tamu Allah. Yang kedua adalah menungggu sholat. Yang ketiga menghindari anggota tubuh dari perbuatan dosa. Yang keempat untuk mengfokuskan pikiran hanya untuk allah. Yang kelima untuk berdzikir kepada Allah atau untuk mendengarkan dzikir. Yang keenam niat mendapat faidah ilmu dengan amar makruf nahi munkar. Yang ketujuh niat mencari teman untuk bersaudara karrena Allah, dan seterusnya.
c.     Perkara mubah
perkara tersebut bisa menjadi pahala atau cara khurbah (menjadi taat kepada Allah) dengan niat baik atau bisa memperoleh pahala yang berlipat dengan niat baik yang banyak. Misalnya makan, ini adalah hal yang mubah dan bisa mendapat pahala denganya jika di niatkan dengan niat yang baik, misalnya melaksanakan perintah Allah dan supaya kuat dalam beribadah.
Hadist Ke-2
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ إِنَّ اللّٰهَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُإِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ . رواه المسلم
Abu Hurairah r.a., Abdurrahman bin Sakhr berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya, Allah tidak melihat tubuh dan rupamu. Akan tetapi, Dia melihat hatimu.” (Muslim)
Penjelasan hadits
Hadits ini menunjukan seperti apa yang di tunjukan oleh firman Allah, Surat Al-Hujurat ayat 13:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Allah SWT melihat manusia bukan pada badannya; apakah besar, kecil, sehat, atau sakit; dan tidak melihat pula pada rupanya, apakah cantik atau jelek.
Semua itu tidak ada harganya di sisi Allah. Begitu juga Allah tidak melihat kepada nasab, apakah nasabnya tinggi atau rendah, tidak melihat kepada harta, dan tidak melihat kepada salah satu dari hal-hal semacam itu sama sekali.
Tidak ada hubungan antara Allah dan hamba-Nya, kecuali dengan taqwa. Barang siapa bertaqwa kepada Allah, maka dia lebih dekat kepada-Nya, dan lebih mulia di sisi-Nya. Maka dari itu, janganlah kamu membanggakan hartamu, kecantikanmu, keindahan tubuhmu, anak-anakmu, istana-istanamu, mobil-mobilmu, dan kekayaan dunia lainnya sama sekali, tetapi jika kamu di samping kaya juga mempunyai ketakwaan yang kuat, maka itu merupakan karunia terbesar di sisih Allah, karena itu pujilah Allah atasnya. Betapa banyak manusia yang secara lahir amalnya tampak baik, benar, dan sholih, tetapi sesuatu yang di bangun di atas reruntuhan maka bangunan itu pun akan runtuh.
Niat adalah pondasi. Jika anda mendapati dua orang yang sedang sholat bersama-sama di sof yang sama dan mengikuti imam yang sama, tetapi nilai sholat mereka bisa jadi jauh berbeda seperti antara barat dan timur, karena hati mereka berbeda-beda. Yang satu hatinya lalai bahkan mungkin terbesit ria’ di dalam sholatnya serta menghendaki keuntungan dunia, sedangkan satunya hatinya hadir dengan sholatnya dia ingin mencari keridhoan Allah dan mengikutu sunahn rosulnya.
Antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh. Yang akan di nilai untuk mendapatkan pahala di hari kiamat kelak. Hukum yang di jalankan manusia di dunia berdasarkan dengan sesuatu yang lahir, sepertia yang di sabdakan oleh rosulullah SAW, “sesungguhnya saya menetapkan hukum berdasarkan apa yang saya dengar.” Akan tetapi di akhirat kelak yang akan di nilai adalah apa yang terbetik di dalam hati. Kita memohon kepada Allah agar dia membersihkan hati kita semua, jika hati kita baik, maka kita optimis akan mendapatkan kebaikan walaupun anggota badan yang lain tidak baik.
Jadi yang akan di nilai di akhirat kelak adalah apa yang ada di dalam hati. Jika Allah di dalam kitabnya dan rosulullah di dalam sunahnya menegaskan agar memperbaiki niat, maka yang harus di lakukan manusia adalah agar dia memperebaiki niatnya, menata hatinya, dan melihat keraguan yang ada di dalamnya, lalu mennghilangkannya menuju keyakinannya.
Oleh karena itu kamu lihatlah tanda-tanda kebesaran Allah, jika setan melemparkan keraguan di dalam hatimu, maka lihatlah tanda-tanda kebesaran Allah, lihatlah ke alam semesta ini dan renungkan, bersihkan lah hatimu dengan mengatakan kepada dirimu sendiri, sesungguhnya jika aku berbuat maksiyat kepada Allah manusia tidak akan bisa memberi manfaat apa-apa kepdaku dan mereka tidak akan bisa menyelamatkanku dari siksa. Tetapi jika aku menaati perintah Allah, mereka tidak akan bisa memberiku pahala.
Hanya Allah lah yang memberi pahala dan menahan siksa. Jika masalahnya seperti itu, mengapa kamu berbuat syirik kepada Allah ? mengapa kamu berniat dengan ibadahmu untuk mendekatkan diri kepada makhluk. Maka dari itu, siapa yang mendekatkan diri kepada makhluk dengan sesuatu yang dengannya dia mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah dan manusia akn menjauh darinya.
Mendekatkan diri kepada makhluk dengan cara yang di gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak akan menambah apa-apa baginya, kecuali justru semakin jauh dari Allah dan makhluk. Jika Allah ridho kepadamu, maka manusia pun akan ridho. Jika Allah murka kepadamu, maka manusia akan murka kepadamu. Surat yang di firmankan  oleh Allah dalam Al-Quran, Al-Maidah 41
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ لَا يَحۡزُنكَ ٱلَّذِينَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡكُفۡرِ مِنَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَلَمۡ تُؤۡمِن قُلُوبُهُمۡۛ وَمِنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْۛ سَمَّٰعُونَ لِلۡكَذِبِ سَمَّٰعُونَ لِقَوۡمٍ ءَاخَرِينَ لَمۡ يَأۡتُوكَۖ يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ مِنۢ بَعۡدِ مَوَاضِعِهِۦۖ يَقُولُونَ إِنۡ أُوتِيتُمۡ هَٰذَا فَخُذُوهُ وَإِن لَّمۡ تُؤۡتَوۡهُ فَٱحۡذَرُواْۚ وَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ فِتۡنَتَهُۥ فَلَن تَمۡلِكَ لَهُۥ مِنَ ٱللَّهِ شَيۡ‍ًٔاۚ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمۡۚ لَهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا خِزۡيٞۖ وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٞ ٤١
Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di rubah-rubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah". Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar
Membersihkan hati merupakan perkara terpenting kepada Allah agar dia membersihkan hati kita serta menjadikan kita orang-orang yang ikhlas dalam mengikuti Rasulnya.
Hadist Ketiga
جَاءَرَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ رَجُلًا غَزَايَلْتَمِسُ الْأَجْرَ والذِّكْرَ , مَا لُهُ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ : لاَ شَيْءَلَهُ . فَأَعَادَهَا ثَلَا ثَ مِرَارٍ , وَيَقُوْلُ رَسُولأُ اللّٰهِ : لاَشَيْءَلَهُ , ثُمَّ قَالَ : إِنَّ اللّٰهَ عَزَّ وَجَلَ لاَيَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَاكَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغْيَ بِهِ وَجْهُهُ .
“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapat pahala agar ia disebut-sebut oleh orang lain, maka Rasulullah pun menjawab : Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itupun mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, Rasulullah pun menjawab : Dia tidak mendapatkan apa-apa. Kemudian Beliau berkata : Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karena-Nya.”(HR. Abu Daud dan Nasai dari Abu Umamah)
Dalam hadist ini dijelaskan bahwa jihad merupakan suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun jika tidak ikhlas dalam melakukannya, niscaya Allah tidak akan memberikan balasan apa-apa.
Kreteria ikhlas ialah apabila seseorang niat dalam beramal hanya karena Allah semata bukan yang lain. Bukan karena ingin dilihat atau supaya didengar oleh orang lain. Jadi seseorang tersebut beramal bukan karena menunggu-nunggu pujian orang atau khawatir akan celaan mereka.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata , “Beramal karena manusia adalah syirik, sedangkan meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’. Adapun ikhlas ialah saat Allah memelihara kita dari keduanya. Allah Ta’ala berfirman :
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-An’am ayat 162)
C.    Ikhlas Dalam Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu adalah sebuah ibadah yang sangat mulia. Ilmu adalah  kunci pembuka untuk amalan-amalan lainnya. Karena dengan ilmu seorang hamba bagaimana seharusnya ia beribadah kepada Tuhannya, mengetahui apa saja kewajiban yang harus ia jalankan, serta mengetahui apa saja larangan yang harus ia jauhi. Keikhlasan dalam menuntut ilmu  adalah suatu hal yang harus dijaga oleh kita semua agar ibadah yang sangat mulia ini tidak menjadi debu yang berhamburan di sisi Allah Ta’ala.
Niat seseorang dalam menuntut ilmu haruslah murni untuk meraih ridha Allah SWT, mencari kebahagiaan ilmu akhirat, menghilangkan kebodohan dirinya dan orang lain, menghidupkan agama, dan melestarikan islam. Karena islam itu akan tetap lestari jikalau pemeluknya berilmu. Zuhud dan taqwa tidak akan sah tanpa disertai dengan ilmu.
Dalam menuntut ilmu kita juga harus didaasari niat untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan, jangan sampai timbul niat hanya semata untuk dihormati oleh masyarakat, untuk mendapatkan harta dunia, atau agar mendapatkan kehormatan di hadapan pejabat atau lainnya.
Sabda Rasulullah
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ , قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ اِلاَّ لِيُعِبَّ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَ لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةٍ يَوْمَ الْقِيَا مَةِيَعنِى : رِيْحَهَا (رواه ابو داود)
“Dari Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Siapa yang mempelajari ilmu yang semestinya demi mencari ridha Allah, namun dengan memiliki itu bermaksud memperoleh kekayaan dunia, ia tidak akan mencium bau surga di hari kiamat”. (HR. Abu Daud)
Hadist di atas pada prinsipnya memberi peringatan kepada kita agar tidak menukar agama dengan kepentingan duniawi. Bagi siapa saja yang menuntut ilmu tidak ikhlas karena Allah SWT, semata meniatkannya hanya untuk mendapatkan kekayaan dunia, maka dia tidak akan mencium bau surga. Sungguh ancaman yang harus kita ingat dan jauhi. Dengan demikian seluruh usaha kita termasuk dalam menuntut ilmu harus dilandasi untuk mencari ridha Allah SWT.
Diantara tanda-tanda ikhlas dalam menuntut ilmu ialah sebagai berikut :
1.      Membuahkan ilmu yang bermanfaat,
2.      Mengamalkan ilmu
3.      Terus memperbaiki niat,
4.      Semakin tunduk dan takut kepada Allah SWT,
5.      Membenci pujian dan ketenaran,
6.      Semakin tawadhu’ di hadapan manusia.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keikhlasan merupakan tonggak utama dari sebuah niat yang murni. Baik dalam amal maupun ibadah seorang muslim. Tanpa rasa ikhlas setiap perbuatan baik akan sia-sia.
Setiap amalan itu tergantung pada niatnya. Saat kita niat melakukan suatu kebaikan dengan ikhlas mengharap ridha Allah SWT, maka saat itulah derajat kita menjadi lebih tinggi. Karena Allah tidak melihat kita melalui rupa kita, kan tetapi melalui keikhlasan hati kita. Apakah kebaikan yang kita lakukan itu murni karena Allah atau karena makhluk.
Sebagai pelajar sudah seharusnya kita mendedikasikan diri dengan sepenuh hati untuk menimba ilmu sebanyak banyaknya dengan niat mengharapkan ridha Allah SWT. Juga demi masa depan anak cucu, agama, serta nusa dan bangsa. Juga demi cita-cita luhur ulama’ terdahulu dalam melanjutkan dakwah Rasulullah SAW demi menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Sebagai penutup, kami bawakan sebuah nasihat indah dari Imam Al-Ghazali rahimahullah teruntuk kita semua. Beliau mengatakan, “Betapa banyak malam-malam yang telah kau hidupkan dengan mengulang-ulang ilmu dan membaca berbagai macam buku, dan kau halangi dirimu dari tidur? Aku tidak tahu apa yang memotivasimu untuk berbuat demikian. Jika niatmu adalah karena dunia, karena mencari harta dan mengumpulkan bagian-bagian dunia, atau berbangga-banga dengan teman sepantaranmu, maka celakalah dan celakalah dirimu! Tapi jika niatmu menghidupkan syari’at Nabi  , membina akhlakmu, dan mematahkan jiwa yang suka mengaak kepada keburukan, maka beruntunglah dan beruntunglah engkau!”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar