Jumat, 30 September 2016

Mardi Dusun Tegalsari

Mardi Dusun Di Desa Tegalsari

Tegalsari merupakan sebuah desa di kabupaten Wonosobo yang merupakan bagian dari kecamatan Garung. Desa ini terletak persis di bawah lereng pegunungan Dieng. Desa Tegalsari merupakan desa agraris di mana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Walaupun banyak pula warga masyarakat yang merantau ke luar daerah.
Letak desa Tegalsari yang tidak terlalu jauh dari jalan raya membuat perekonomian desa ini sejajar dengan desa lain yang letaknya dekat dengan wilayah kota Wonosobo. Terbukti dengan adanya fasilitas-fasilitas desaa yang cukup mumpuni untuk membantu mempercepat laju perekonomian desa. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di desa ini juga tidak tertinggal. Terbukti dengan  banyaknya jumlah pelajar di kampung ini. Tak sedikit pula anak muda yang berkuliah di lain daerah. Sebagaian besar masyarakat desa ini juga sudah mengenal teknologi komunikasi saat ini. Bahkan sebagian dari masyarakat sudah mengenal teknologi informasi dan komunikasi terbaru saat ini. Jadi sebagian besar masyarakat desa ini sudah bisa mengikuti arus globalisasi saat ini.
Namun perkembangan yang terjadi di desa Tegalsari berdampak pada sisi kebudayaan. Arus globalisasi di mana masyarakat lebih memilih untuk meniru budaya kebarat-baratan dan meninggalkan budaya lokal membuat keberadaan budaya lokal semakin terpinggirkan. Namun ada acara adat di desa Tegalsari yang masih tetap dijalankan oleh masyarakat, yaitu “mardi dusun”.
Istilah mardi dusun sebenarnya populer di beberapa kampung di Wonosobo, tidak hanya di desa Tegalsari, mungkin hanya tata cara pelaksanaannya yang berbeda di tiap kampungnya. Istilah “mardi” sendiri berasal dari kata “pardi” yang berarti “jaga”. Dan “dusun” yang lebih populer dengan istilah desa / kampung. Jadi istilah mardi dusun berarti menjaga dusun / kampung. Dalam konteks ini menjaga berarti melindungi desa dari segala hal yang dapat membahayakan desa.
Pada umumnya dengan acara ini masyarakat petani memohon kepada Allah SWT agar tanaman mereka tumbuh subur, terbebas dari hama yang bisa merusak tanaman. Untuk kalangan pedagang berharap agar barang dagangan mereka laris manis. Pada intinya masyarakat berharap desa Tegalsari selalu berada dalam kedamaian, masyarakatnya hidup rukun, hubungan dengan desa tetangga juga baik, terhindar dari bencana alam, dan kehidupan masyarakat selalu searah dengan kaidah agama.
Sejarah mengenai acara ini tidak jelas. Mungkin nenek moyang desa ini berharap dengan diadakannya acara ini generasi penerus mereka dapat menjaga tali persaudaraan dengan berkumpul bersama dalam satu tempat / ruang dalam suasana yang damai. Juga bertujuan untuk mengingatkan bahwa ada Tuhan di atas kita. Mengingatkan bahwa kita membutuhkan perlindungan Tuhan dan kita harus memohon kepada Tuhan agar Tuhan selalu melindungi kita.
Acara mardi dusun ini merupakan acara tahunan. Acara ini selalu dilaksanakan pada hari jum’at minggu pertama di bulan suro (muharam). Acara ini juga dilangsungkan dalam rangka memperingati tahun baru islam. Sebab kenapa acara ini selalu dilaksanakan pada hari jum’at mungkin karena hari jum’at adalah hari yang baik dalam islam.Hari di mana dunia diciptakan. Dan berharap dengan diawali di hari jum’at yang penuh dengan kebaikan maka selama setahun ke depan masyarakat selalu berada dalam kebaikan pula.
Acara ini dilaksanakan setelah sholat jum’at. Masyarakat berbondong-bondong menuju balai desa untuk berkumpul. Pakaian yang mereka kenakan tidaklah khusus. Pada umumnya kaum laki-laki memakai batik ataupun pakaian muslim, begitupun dengan kaum perempuan, mereka mengenakan pakaian muslimah.Namun ada yang khas dari pakaian laki-laki. Mereka pasti mengenakan peci dan sarung.Sebenarnya tidak diwajibkan, tapi inilah yang khas dari desa Tegalsari. “Pakaian muslim kurang lengkap tanpa sarung”.
Masyarakat berkumpul sambil membawa tumpeng yang sudah mereka siapkan sebelumnya dari rumah. Isi tumpengnya sendiri bermacam-macam. Mulai dari daging ayam, daging sapi, telur, ikan tongkol, dan lain-lain. Juga dilengkapi beberapa macam sayuran sebagai pelengkap. Tak jarang pula sebagian masyarakat melengkapi tumpeng mereka dengan ingkung ayam.
Susunan acara dalam mardi dusun ini tak jauh berbeda dengan pengajian pada umumnya. Dimulai dengan pembukaan dengan pembacaan surat al-fatihah, kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari kepala desa atau sesepuh desa. Pembacaan dzikir tahlil juga selalu ada dalam acara ini, kemudian dilanjutkan dengan acara yang paling inti, yaitu pembacaan do’a untuk memohon keselamatan. Lalu dilanjutkan dengan ceramah oleh kyai / ustadz desa, dan diakhiri dengan do’a penutup.
Setelah acara mardi dusun ini selesai, seluruh masyarakat langsung pulang ke rumah masing-masing. Mereka kemudian membagi tumpeng yang dibawa ke acara mardi dusun tadi lalu memakannya bersama seluruh anggota keluarga di rumah. Dengan memakan nasi tumpeng tersebut mereka berharap mendapatkan keberkahan dari acara mardi dusun yang telah selesai mereka laksanakan.
Acara mardi dusun ini masuk dalam kategori acara keagamaan, oleh karena itu tak jarang pula acara ini dilaksanakan bersama dengan pengajian dalam rangka peringatan hari besar islam. Biasanya rangkaian acara diawali dengan acara mardi dusun, kemudian dilanjutkan dengan pementasan kesenian-kesenian khas dari kabupaten Wonosobo, seperti tari lengger, kesenian embleg, kesenian calung, dan lain-lain. Barulah di hari terakhir acara pengajian akbar dilaksanakan.
Hikmah dari acara mardi dusun ini adalah di mana nenek moyang desa tegalsari mengajarkan tentang pentingnya Allah dalam kehidupan masyarakat muslim. Manusia diciptakan oleh Allah, sehingga manusia membutuhkan Allah. Hanya kepada Allah manusia memohon perlindungan. Hanya kepada Allah manusia memohon keselamatan dalam hidupnya, karena tiada yang maha melindungi selain Allah SWT.
Dalam acara mardi dusun kita juga diajarkan untuk selalu menjaga tali silaturahmi dengan warga sekitar kita. Warga menyempatkan sedikit waktu mereka untuk berkumpul bersama, saling bersalam-salaman, saling menyapa, saling berramah-tamah. Dengan hal ini maka tali persaudaraan akan tetap erat terjaga. Masyarakat hidup dalam lingkungan yang penuh dengan kedamaian.
Kita hidup dalam tatanan sosial yang majemuk. Kemajemukan ini menghasilkan keberagaman budaya. Sudah tentu menjadi tugas kita sebagai warga untuk melestarikan budaya yang ada di sekitar wilayah yang kita tinggali. Banyak juga dari budaya-budaya tersebut yang merupakan budaya islami di mana unsur keislaman sangat kental di dalamnya, seperti acara mardi dusun. Maka tugas kita sebagai masyarakat muslim untuk melestarikan budaya islami tersebut. Kita harus pandai-pandai menyikapi budaya-budaya asing yang dengan gencarnya masuk ke dalam lingkungan masyarakat sekitar kita. Jangan sampai budaya asing mendominasi dan meredupkan pamor budaya lokal yang berakibat pada punahnya budaya lokal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar