Jumat, 30 September 2016

Transpersonal

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Psikologi Transpersonal muncul menjelang milenium ke 3. Ia merupakan kekuatan yang terus meningkat menyentuh semua bidang kebudayaan, pemikiran, dan masyarakat. Ia merupakan kekuatan keempat dalam aliran psikologi setelah psikoanalisa, behaviorisme, dan psikologi humanistik.
Psikologi transpersonal pertama kali dikembangkan oleh para ahli yang sebelumnya mengkaji secara mendalam bidang humanistic, seperti Abraham Maslow, C. G. Jung, Victor Frankl, Anthony Sutich, Charles Tart, dan lain-lain. Dengan melihat dari tokoh awalnya, maka dapat diketahui bahwa psikologi transpersonal merupakan turunan langsung dari psikologi humanistik. Yang membedakan antara psikologi humanistik dan psikologi transpersonal adalah di dalam psikologi transpersonal lebih menggali kemampuan manusia dalam dunia spiritual, pengalaman puncak, dan mistisme yang dialami manusia. Beberapa kalangan berpendapat bahwa bidang spiritualitas dan kebatinan hanya didominasi oleh ahli-ahli agama dan juga praktisi mistisme, namun ternyata dalam perkembangannya, kesadaran akan hal ini dapat diaplikasikan dan dibahas dalam ilmu pasti.
Dalam makalah ini akan diuraikan selintas mengenai psikologi transpersonal, juga di dalamnya meliputi kerangka teoritis juga asumsi-asumsi dasar tentang psikologi transpersonal yang lebih mengkaji masalah-masalah spiritual.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian psikologi transpersonal?
2.      Bagaimana konsep spiritualitas dalam psikologi transpersonal?
3.      Siapa saja tokoh psikologi transpersonal?
4.      Apa psikoterapi transpersonal?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian psikologi transpersonal,
2.      Untuk mengetahui spiritualitas dalam psikologi transpersonal,
3.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh psikologi transpersonal,
4.      Untuk mengetahui praktek psikoterapi transpersonal.



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Psikologi Transpersonal
Kata personal berasal dari kata trans yang berarti melampaui dan kata persona yang berarti topeng. Secara etimologis, transpersonal berarti melampaui gambaran manusia yang kelihatan. Dengan kata lain transpersonal berarti melampaui macam-macam topeng yang digunakan manusia.
Menurut John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai ilmu yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal merupakan salah satu bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori, dan metode psikologi dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama. Konsep inti dari psikologi transpersonal ialah nondualitas (nonduality), suatu pengetahuan bahwa tiap-tiap bagian (misal: tiap-tiap manusia) adalah bagian dari keseluruhan alam semesta. Penyatuan kosmis dimana segala-galanya dipandang sebagai satu kesatuan.
Psikologi transpersonal lebih menitikberatkan pada aspek-aspek spiritual atau transcendental diri manusia. Hal inilah yang membedakan konsep manusia antara psikologi humanistik dengan psikologi transpersonal.
Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang, humanistik berpijak atas pandangan manusia yang sehat secara mental, maka psikologi transprsonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual yang bersifat ketuhanan.
Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan, spiritual dan transenden.
Transformasi kesadaran merupakan tinjauan pokok dari psikologi transpersonal, yakni studi mengenai pengalaman-pengalaman yang mendalam, perasaan keterhubungan dengan pusat kesadaran semesta, dan penyatuan dengan alam. Ada kesepakatan umum dari para tokoh cabang psikologi ini, untuk tidak mengidentikkan mazhab ini dengan keagamaan secara formal. Psikologi transpersonal bukanlah agama, bukan ideologi, dan bukan juga metafisika.
Tapi definisi ini tidak mengakomodasi kepentingan orang-orang yang berhubungan dan mengklaim diri sebagai pengikut mazhab transpersonal, sehingga mau tidak mau kita harus membagi mazhab transpersonal ini juga dalam empat cabang. Kelompok pertama adalah kelompok mistis-magis. Menurut kelompok ini kesadaran transpersonal bersesuaian dengan kesadaran para dukun dan shaman masa lalu. Pandangan ini dianut oleh para aktivis New Age, dan salah satunya gerakan teosofi yang dipimpin oleh Helena Blavatsky. Seringkali romantisme dari kelompok ini menyulitkannya untuk berinteraksi dengan arus utama psikologi.
Kelompok kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang biasanya menolak konsep-konsep perkembangan, tahap-tahap dan praktik peningkatan kesadaran. Mereka lebih suka meneliti keadaan kesadaran sementara secara psiko-fisiologis dengan memelajari keadaan- keadaan fisik seseorang yang berada dalam keadaan transpersonal. Kelompok ini bersama kelompok ekoprimitivisme menganjurkan penggunaan media (seperti zat-zat kimia atau psikotropika) untuk pencapaian keasadaran transpersonal. Tokoh yang cukup penting dalam kelompok ini adalah Stanislav Grof yang menggunakan LSD untuk psikoterapinya. Setelah penggunaan LSD dilarang pemerintah, Grof kemudian menggunakan teknik pernapasan (pranayama) dari tradisi Timur, yang disebutnya sebagai Holotrophic Breathwork.
Kelompok ketiga, kelompok transpersonalis posmodern. Mereka menganggap keasadaran transpersonal, sebenarnya merupakan keadaan yang biasa. Kita, manusia modern, menganggapnya seolah luar biasa, karena kita membuang kondisi kesadaran seperti ini. Kelompok ini menerima kisah-kisah para dukun shamanisme dan mistikus dalam semangat relativisme pluralistik. Mereka justru mengecam filsafat perennial yang mengungkapkan pengalaman mistik sebagai totaliter dan fasistik karena mengagungkan hierarki.
Kelompok psikologi transpersonal yang keempat adalah kelompok integral. Kelompok ini menerima hampir semua fenomena kesadaran yang diteliti oleh ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga menerima konsep-konsep psikologi transpersonal dari aliran pramodern dan posmodern. Salah seorang tokohnya adalah Ken Wilber. Helena Blavastky, yang berada pada kelompok yang pertama, misalnya, mengharuskan para anggotanya untuk tidak memiliki kecenderungan kepada agama tertentu.
B.     Spiritualitas dalam Psikologi Transpersonal
Kata spiritualitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “spirituality”, kata dasarnya “spirit” yang berarti: “roh, jiwa, semangat”. Kata spirit sendiri berasal dari kata Latin “spiritus” yang berarti: “luas atau dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (courage), energi atau semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata Latin spiritualis yang berarti “of the spirit” (kerohanian).
Untuk lebih memahami pengertian tentang spiritualitas, perlu juga diuraikan tentang hubungannya dengan religiusitas. Ini adalah penting, karena belakangan berkembang paham yang menganggap spiritualitas lebih penting dari agama. Pandangan ini berkembang terutama sejak John Naisbitt dan Aburdene, dua futurolog kenamaan mengeluarkan semboyan yang berbunyi: “Spirituality, Yes, Organized Religion, No.”
Menurut estimasi Naisbitt dan Aburdene, masyarakat masa depan akan cenderung mengabaikan agama dan lebih mendalami spiritualitas. Karena itu, perbedaan keduanya akan semakin tajam, meskipun keduanya sama-sama berkaitan dengan kebutuhan manusia yang paling mendasar. Menurut kedua futurolog tersebut, berdasarkan hasil-hasil pengumpulan pendapat, ada indikasi menaiknya spiritualitas di kalangan masyarakat Amerika, lebih tinggi dari masa-masa sebelumnya. Sebagian besar mereka percaya bahwa “Tuhan adalah kekuatan spiritual yang positif dan aktif,” meskipun gejala itu disertai dengan menurunya peran agama-agama formal. Kalangan muda yang terpelajari di sekolah-sekolah tinggi adalah yang pertama-tama bersikap sangat kritis terhadap agama-agama formal. Mereka menilai bahwa gereja dan sinagog “sibuk dengan masalah-masalah keorganisasian, dengan mengesampingkan isu-isu theologis dan spiritual.” Karena itu kata Naisbitt dan Aburdene, mereka kaum muda itu bukan manusia “beragama” (religious), melainkan “berkeruhanian” (spiritual).
Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama mengambil bentuk bermacam-macam di antara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia ini. Secara etimologi, religion (agama) berasal dari bahasa Latinreligio, yang berarti suatu hubungan antara manusia dan Tuhan. Istilah Latin ini merupakan transformasi dari kata religare, yang berarti to bind together (menyatukan).
Berbeda dengan agama, spiritualitas lebih banyak melihat aspek dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi, sikap personal yang bagi banyak orang lain merupakan misteri, karena intimitas jiwa. Dalam hal ini, spiritualitas mencakup citra rasa totalitas kedalaman pribadi manusia. Berdasarkan pemahaman ini, spiritualitas nampak lebih ekstrim, lebih dalam dari agama yang cenderung lebih eksoterik formal dan kaku.
Istilah spiritual dan religius sering kali dianggap sama, namun banyak pakar yang menyatakan keberatannya jika istilah ini dipergunakan saling silang. Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri, dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. Agama adalah keberana mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik di atas dunia. Agama merupakan serangkaian praktik perilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu dan dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman, komunitas dan kode etik. Dengan kata lain, spiritualitas memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran), sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (perilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti agama tertentu, namun tetap memiliki spiritualitas. Orang-orang juga dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang sama. Perbedaan juga harus dibuat antara spiritualitas yang berbeda dengan agama dan spiritualitas dalam agama.
Ingersoll (1994) menggambarkan spiritual dalam 7 dimensi, yaitu makna (meaning), konsep tentang ketuhanan (conception of divinity), hubungan (relationship), misteri (mystery), pengalaman (experience), perbuatan atau permainan (play), dan integrasi .
Meaning. Meaning atau makna merupakan dimensi terpenting dari spiritualitas. Meskipun makna tidak mungkin digambarkan dalam cara-cara yang umum, namun ia dapat dipahami sebagai sesuatu yang dialami individu yang membuat kehidupannya lebih bernilai atau berharga. Manusia mengisi hidupnya bukan untuk suatu tujuan yang sia-sia. Pasti ada yang menjadi sasaran dan ada energi yang menggerakkan dirinya secara dinamis untuk dapat mencapai sasaran tersebut. Sasaran merupakan wujud kriterium yang ingin dan akan dicapai seseorang. Ia dapat bermakna, tapi juga berpeluang untuk menjadi tanpa makna. Bila ia bermakna, maka secara psikologis sasaran ini memberi kepuasan bagi seseorang Setiap orang ingin mengisi kehidupannya menjadi bermakna, dan ia memiliki kebebasan yang bertanggung jawab untuk menentukan sikap bagaimana ia akan mencapai makna hidupnya itu. Manusia memiliki perangkat atau alat untuk mencapai makna ini, yang berkembang sesuai dengan pengalaman yang mengasah dirinya.
Conception of divinity. Dimensi kedua dari spiritualitas adalah konsep tentang ketuhanan. Bagaimana konseptualisasi seseorang tentang Tuhan mungkin bermacam-macam. Fox (1983) mengkategorikan konsep individu tentang Tuhan atas teistik, ateistik, pantheistik, atau panetheistik. Secara teistikal individu berhubungan dengan kekuatan atau wujud transenden yang utama. Secara ateistik seseorang menyangkal (refute) atau menolak (resist) konsepsi tentang Ketuhanan. Dalam hubungan pantheistik individu berhubungan dengan suatu kekuatan absolut yang bersemayam dalam semua keberadaan, termasuk dalam individu itu sendiri. Dalam hubungan panetheistik, kekuatan atau wujud ketuhanan meliputi (flows) seluruh yang ada dan secara paradox melebih semua yang ada.
Relationship. Dimensi spiritualitas yang ketiga adalah dimensi hubungan. Salah satu tujuan dari semua mitologi, termasuk sistem agama adalah untuk menemukan hubungan (Campbell, 1990). Hubungan ini mencakup bagaimana individu berhubungan dengan konsepnya tentang ketuhanan dan dengan orang lain.
Mystery. Misteri juga merupakan salah satu dimensi spiritualitas yang penting. Banyak upaya untuk menggambarkan spiritualitas menyinggung masalah misteri atau ambiguitas dari spiritual. Banks (1980), dalam menguraikan dimensi misteri ini mencatat bahwa spiritualitas merupakan dimensi yang secara tipikal dirasakan sebagai sesuatu yang tidak bisa dipahami dan tidak bisa dilukiskan. Ketika orang berbicara tentang kekuatan transenden, pengalaman fenomenologis tentang makna, atau kesadaran akan alam yang tidak bisa dilukiskan seperti interkoneksi antar individual, mereka sampai pada batas-batas yang tak terkatakan dan misterius. Misteri dan toleransi baginya, merupakan bagian dari semua tradisi spiritual. Sejumlah deskripsi tentang spiritualitas harus mengikutsertakan (provide) beberapa kosa kata yang mengakui misterius dan harus juga memperlengkapi orang dengan cara untuk menyebutnya.
Experience. Disamping konsep tentang tak terbatas, kesadaran tentang makna, dinamika hubungan, dan dimensi misteri, terdapat kebutuhan untuk menjelaskan bagaimana semua ini dimanifestasikan dalam pengalaman (experience) individual. Campbell (dalam Cousineau, 1990) menekankan pentingnya pengalaman spiritual, dimana orang menceritakan tentang pencarian makna hidup; apa yang sesungguhnya mereka cari tidak lain adalah pengalaman hidup. Campbell menyatakan bahwa makna diperoleh dari pengalaman. Spiritualitas sering dihubungkan dengan pengalaman yang terjadi dalam kehidupan dan dapat menggarisbawahi sejumlah besar pengalaman estatik manusia seperti orgasme seksual dan asthetik getaran nada. Belakangan, pemahaman tentang pengalaman sama dengan apa yang disebut oleh Maslow peak experiences (pengalaman puncak). Maslow menyatakan bahwa elemen spiritual dari peak experiences dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berkembang di dunia sekular dan kerinduan akan makna (yearning for meaning).
Dimentional Integration. Beberapa dimensi spiritual yang telah dijelaskan di atas, sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan saling berintegrasi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Spiritualitas adalah suatu integrasi dari semua aspek pengalaman dan kehidupan manusia.
C.     Tokoh-Tokoh Psikologi Transpersonal
Berikut ini tokoh-tokoh dalam pembentukan psikologi transpersonal antara lain:
1.      William James
Ia dikenal sebagai penggagas pragmatisme dalam filsafat. William James dengan pragmatisme nya memberikan sumbangan orisinal bagi dunia filsafat. Istilah pragmatism berasal dari kata yunani, pragma yaitu tindakan berarti pragmatisme sebagai  filsafat tindakan. Salah satu karya William james yang penting dalam bidang psikologi agama the varienties of religious experience. Buku ini membahas tentang pengalamanya dalam kacamata pragmatisme. Pengalaman religious tentang pragmatismenya itu benar-benar sangat cerdas. Ia mengungkapkan bahwa sejauh manusia berhubungan dengan alam semesta, ia hanya berhubungan dengan simbol-simbol realitas, tetapi dalam pengalaman religious yang sangat pribadi, dirinya benar-benar dibawa masuk dalam realitas tersebut secara utuh.
2.      Maurice Bucke
Richard kanada atau Maurice bucke (1837-1902). Ia mencoba menawarkan gagasan tentang psikologi pertama yang menempatkan model kesadaran manusia dan realitas sebagai elemen transpersonal yang terbuka dan melestarikan dogma agama meskipun penelitian yang ia lakukan didasarkan pada pengalaman hidupnya. Pada tahun 1872 ia memiliki pengalaman mistik yang singkat, kemudian ia dipandang sebagai kesadaran kosmis. Setelah pengalaman yang mendalam tentang kedekatan (sebuah pengalaman yang intens hubungan dengan alam semesta), ia menghabiskan seperempat abad berikutnya untuk meneliti dan menulis sebuah buku cosmic consciousness(1902). Ia juga mengemukakan teori bahwa manusia mampu mengalami tiga tahap utama dari kesadaran antara lain: sederhana-kesadaran, kesadaran diri, dan kesadaran kosmik, yaitu kesadaran-kesadaran yang tidak sering dialami oleh manusia. Sederhana- Kesadaran tidak semata-mata hanya dimiliki oleh umat manusia, tetapi dialami oleh hewan. Disebut sederhana-kesadaran karena ditandai oleh kurangnya kesadaran dari dunia batin. Kesadaran diri adalah tingkat menengah yang normal, yaitu kesadaran sehari-hari manusia memiliki kemampuan untuk berfikir untuk konsep. Dengan kesadrannya manusia sanggup mengenal siapa dirinya. Manusia tidak hanya dapat melihat pohon-pohon dari kejahuan atau mencium bau busuk yang menusuk hidungnya. Tetapi sekaligus menyadari bahwa dirinya melihat dan mengalami. Kesadaran kosmik adalah kesadaran tingkat tinggi yang digambarkan sebagai pengalaman mistik seseorang. Secara radikal, kesadarn kosmik berbeda dengan kesadaran normal, sebab kesadaran kosmik tidak dibatasi oleh objek- subjek, keduanya larut dalam kesatuan sehingga menawarkan pengalaman dari seluruh ciptaan, persepsi langsung dari kosmos yang didefinisikan oleh rasa kesatuan atau penyatuan.
3.      Carl Gustav Jung
Ia lahir di kesswill 26 juli 1875, jung lulus pada tahun 1900 sebagai dokter dirumah sakit terkenal burgholzli di zurich. Dan menikah dengan emma rauschenbach tahun 1903. Mereka dikaruniai tiga orang putri dan satu anak laki-laki, keluarga mereka tinggal di kusnacht, kota satelit dari zurich. Mereka menetap disana sampai akhir hayatnya. Teori Jung dari kepribadian karena tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu seperti produk dan wadah sejarah leluhur.
a.       Struktur kepribadian yaitu: ego, ketidak sadaran pribadi, kesadaran kolektif.
b.      Dinamika kepribadian yaitu: energy psikis, nilai-nilai psikis, daya konstlelasi suatu kompleks, Prinsip ekuivalensi, prinsip entropi, penggunaan energy.
c.       Perkembangan kepribadian yaitu: kausalitas versus teleology, sinkronisitas, hereditas, tahap-tahap perkembangan, progresi dan regresi, proses individual, fungsi transenden, sublimasi dan represi, perlambangan.
4.      Alberto Assagioli
Ia adalah tokoh psikologi yang pertama kali menggunakan istilah transpersonal dalam psikoterapi. Ia dianggap dan bertanggung jawab dalam memperjuangkan pemikiran psikoanalisis di italia. Ia memperkenalkan system psikoanalisis yang mendapat pengaruh dari jung. Psikoanalisis adalah orientasi yang mengenai orang secara keseluruhan baik fisik, emosional, mental maupun spiritual. Maksud spiritual adalah bukan konotasi dogmatis atau agama, melainkan sebagai esensi ilahi dalam diri individu sebagai pencipta dan aspek yang mengamati hidup. Psikoanalisis terdiri dari kata yunani, psycho berarti diri atau jiwa, dan sintensis makna “untuk menempatkan bersama-sama”. Atau “kombinasi dari berbagai bagian untuk membentuk kesatuan yang utuh”.
5.      Victor Frankl
Victor frankl adalah seorang pemikir berpengaruh yang kadang-kadang dianggap transpersonalist meskipun ia dianggap sebagai pendukung awal psikologi eksistensial (1967), dalam beberapa hal, pemikirannya banyak berpusat sekitar makna. Sebagaimana pemikir sezamannya, dia dilatih dalam tradisi analitis, yang disebut sebagai madzab ketiga psikoterapi dari wina. Ia adalah adalah pendiri logotherapy. Kata “ logos” dalam bahasa yunani berarti makna dan rohani. Sedangkan therapy adalah penyembuhan atau pengobatan. Jadi, logoterapi secara umum dapat digkan sebagai corak psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia disamping dimensi ragawi dan jiwa, serta beranggapan bahwa makhluk hidup (the meaning of life) dan hastrat untuk hidup bersama (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningfull life)yang didampakanya yang harus diraih oleh manusia.
6.      Charles T. Tart
Ia dikenal sebagai seorang parapsikologist yang berusaha memadukan pengalaman spiritual. Ia berkata: saya memiliki keyakinan mendalam bahwa ilmu pengetahuan, sebbagai metode mengasah dan menyempurnakan pengetahuan, dapat diterapkan pada pengalaman manusia yang kita sebut transpersoanal atau rohani. Manusia, menurut Charles berusaha untuk mendapatkan d-ASC, sebuah perubahan kesadaran bahwa dirinya merasa terbuka, menyatu dengan alam semesta , ada aliran energy di dalam tubuhnya, merasakan bahwa dunia adalah satu, penuh cinta, dan waktu seakan berhenti. Hanya beberapa orang yang mendapatkan d-ASC melalui drug (LSD,heroin ganja), yang mempunyai dampak kerusakan fisik. Padahal ada beberapa teknik non-drugs yang bisa digunakan.
7.      Ken Wilber
Ken Wilber seorang eksponen gerakan psikologi transpersonal yang lahir tahun 1949 dioklahoma AS. Dalam buku-bukunya ia tetap konsisten mengusung paradigma baru dalam mempelajari kesadaran manusia. Psikologi spectrum menjadi icon setiap karyanya. Psikologi spectrum mempersatukan berbagai macam pendekatan, baik dalam maupun timur kedalam spektrum model dan teori psikologi yang mencerminkan spectrum kesadaran manusia. Beberapa tingkat kesadaran dikaitkan dengan tingkat-tingkat psikoterapi yang sesuai seperti tingkat ego, biososial, eksistensial, dan tingkat transpersonal. Dalam menyempurnakan gagasan psikologi spectrum, Wilber menyusun hierarki ontologism yang mendasari tingkatan-tingkatan spectrum kesadaran manusia antara lain:
a.       Physical unconsciousness (fisik ketidaksadaran)
b.      Biological (biologis)
c.       Psychological (psikologis)
d.      Causal (sebab musabab)
e.       Subtle (halus)
f.        Ultime consciusness (ultime kesadaran)
Bagi para pendukung gerakan psikologi transpersonal, psikologi spektrum Wilber telah memberikan sumbangan bagi pemahaman yang lebih utuh terhadap manusia. Untuk melakukan riset-riset mendalam mengenai psikologi transpersonal , Wilber didukung para pengikutnya mendiran lembaga tahun 2000 yang bernama integral institute, sebuah lembaga yang menjadi think-think studi-studi lanjut tentang isu-isu seputar psikologi, sains, dan masyarakat dalam cara pandang yang integral.
D.     Manfaat Psikologi Transpersonal
Beberapa manfaat dari psikologi transpersonal :
1.      Untuk memperoleh pemahaman gejala-gejala jiwa dan pengertian yang lebih sempurna tentang tingkah laku sesama manusia pada  umumnya dan anak-anak khususnya.
2.      Untuk mengetahui perbuatan-perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa sebagai sarana untuk mengenal tingkah laku manusia.
3.      Untuk mengetahui cara penyelenggaraan pendidikan dengan baik.
4.      Untuk mengetahui perilaku manusia sebagai upaya menyesuaikan diri dan berhubungan dengan orang lain, sehingga memudahkan memahami mengapa mereka berpikir, berperasaan dan berbuat menurut cara mereka sendiri.
5.      Dalam rangka mengatasi permasalahan social, psikologi dapat mengurai pangkal masalah, setidaknya mengurangi problem sosial.
6.      Kita bisa peka terhadap perasaan orang lain.
7.      Mampu mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
8.      Mampu memaksimalkan potensi diri sendiri maupun orang lain dengan cara yang tepat.
9.      Hidup menjadi lebih sehat. Karena psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa tentunya tidak terpisahkan dari jasmani. Dengan bantuan cara berfikir positif maka dapat menjadikan kita lebih sehat. Dapat memperkaya gaya kepemimpinan. Tentunya dengan banyak teori yang ada dapat kita terapkan sebagai salah satu cara memimpin yang sesuai dengan situasi yang ada.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Psikologi Transpersonal dikembangkan pertama kali oleh para ahli yang sebelumnya mengkaji secara mendalam bidang humanistik seperti Abraham Maslow, C.G. Jung, Victor Frankl, Antony Sutich, Charles Tart dan lainnya. Dengan melihat dari para tokoh awalnya maka dapat diketahui bahwa psikologi transpersonal merupakan turunan langsung dari psikologi humanistik.
Psikologi Transpersonal merupakan kekuatan keempat dalam bidang psikologi yang menjembatani antara psikologi dan spiritual yang memusatkan perhatiannya pada studi tentang bagian dan proses tentang pengalaman mendalam atau perasaan yang luas tentang siapa dirinya atau sensasi yang besar terhadap koneksitas dengan orang lain, alam atau dimensi spiritual dan berusaha membantu seseorang untuk mengeksplorasi tingkat energy dan melewati kesadaraan (awareness) atau sisi lain dari topeng dan pola-pola kepribadian.
Dalam teori transpersonal dikatakan bahwa manusia memiliki sisi spiritual dimana jika digabungkan dengan religiusitas maka akan menjadi sebuah keyakinan keagamaan, dan biasanya bersifat ketuhanan. Dimana melalui ajaran agama kita berhubungan langsung dengan Tuhan. Hal tersebut bermanfaat untuk menambah keimanan kita. Kita berhubungan dengan Allah dengan bertafakkur, dengan berdzikir kepada-Nya. Jadi sebagai manusia religius, tidak ada salahnya kita mempelajari ilmu psikologi transpersonal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar