BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi Transpersonal muncul menjelang milenium ke 3. Ia
merupakan kekuatan yang terus meningkat menyentuh semua bidang kebudayaan,
pemikiran, dan masyarakat. Ia merupakan kekuatan keempat dalam aliran psikologi
setelah psikoanalisa, behaviorisme, dan psikologi humanistik.
Psikologi transpersonal pertama kali dikembangkan oleh para ahli
yang sebelumnya mengkaji secara mendalam bidang humanistic, seperti Abraham
Maslow, C. G. Jung, Victor Frankl, Anthony Sutich, Charles Tart, dan lain-lain.
Dengan melihat dari tokoh awalnya, maka dapat diketahui bahwa psikologi
transpersonal merupakan turunan langsung dari psikologi humanistik. Yang
membedakan antara psikologi humanistik dan psikologi transpersonal adalah di
dalam psikologi transpersonal lebih menggali kemampuan manusia dalam dunia
spiritual, pengalaman puncak, dan mistisme yang dialami manusia. Beberapa
kalangan berpendapat bahwa bidang spiritualitas dan kebatinan hanya didominasi
oleh ahli-ahli agama dan juga praktisi mistisme, namun ternyata dalam
perkembangannya, kesadaran akan hal ini dapat diaplikasikan dan dibahas dalam
ilmu pasti.
Dalam makalah ini akan diuraikan selintas mengenai psikologi
transpersonal, juga di dalamnya meliputi kerangka teoritis juga asumsi-asumsi dasar
tentang psikologi transpersonal yang lebih mengkaji masalah-masalah spiritual.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
psikologi transpersonal?
2.
Bagaimana
konsep spiritualitas dalam psikologi transpersonal?
3.
Siapa saja
tokoh psikologi transpersonal?
4.
Apa psikoterapi
transpersonal?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian psikologi transpersonal,
2.
Untuk
mengetahui spiritualitas dalam psikologi transpersonal,
3.
Untuk
mengetahui tokoh-tokoh psikologi transpersonal,
4.
Untuk
mengetahui praktek psikoterapi transpersonal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Psikologi Transpersonal
Kata personal berasal dari kata trans yang berarti melampaui
dan kata persona yang berarti topeng. Secara etimologis, transpersonal
berarti melampaui gambaran manusia yang kelihatan. Dengan kata lain transpersonal
berarti melampaui macam-macam topeng yang digunakan manusia.
Menurut John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai
ilmu yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal
merupakan salah satu bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori, dan
metode psikologi dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya
dan agama. Konsep inti dari psikologi transpersonal ialah nondualitas
(nonduality), suatu pengetahuan bahwa tiap-tiap bagian (misal: tiap-tiap
manusia) adalah bagian dari keseluruhan alam semesta. Penyatuan kosmis dimana
segala-galanya dipandang sebagai satu kesatuan.
Psikologi transpersonal lebih menitikberatkan pada aspek-aspek
spiritual atau transcendental diri manusia. Hal inilah yang membedakan konsep
manusia antara psikologi humanistik dengan psikologi transpersonal.
Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba
melihat manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki
potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif
yang dijejali pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia
layaknya binatang, humanistik berpijak atas pandangan manusia yang sehat secara
mental, maka psikologi transprsonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual
yang bersifat ketuhanan.
Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi
potensial tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan
perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan, spiritual dan transenden.
Transformasi kesadaran merupakan tinjauan pokok dari psikologi
transpersonal, yakni studi mengenai pengalaman-pengalaman yang mendalam,
perasaan keterhubungan dengan pusat kesadaran semesta, dan penyatuan dengan
alam. Ada kesepakatan umum dari para tokoh cabang psikologi ini, untuk tidak
mengidentikkan mazhab ini dengan keagamaan secara formal. Psikologi
transpersonal bukanlah agama, bukan ideologi, dan bukan juga metafisika.
Tapi definisi ini tidak mengakomodasi kepentingan orang-orang yang
berhubungan dan mengklaim diri sebagai pengikut mazhab transpersonal, sehingga
mau tidak mau kita harus membagi mazhab transpersonal ini juga dalam empat
cabang. Kelompok pertama adalah kelompok mistis-magis. Menurut kelompok ini
kesadaran transpersonal bersesuaian dengan kesadaran para dukun dan shaman masa
lalu. Pandangan ini dianut oleh para aktivis New Age, dan salah satunya gerakan
teosofi yang dipimpin oleh Helena Blavatsky. Seringkali romantisme dari
kelompok ini menyulitkannya untuk berinteraksi dengan arus utama psikologi.
Kelompok kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang
biasanya menolak konsep-konsep perkembangan, tahap-tahap dan praktik
peningkatan kesadaran. Mereka lebih suka meneliti keadaan kesadaran sementara
secara psiko-fisiologis dengan memelajari keadaan- keadaan fisik seseorang yang
berada dalam keadaan transpersonal. Kelompok ini bersama kelompok
ekoprimitivisme menganjurkan penggunaan media (seperti zat-zat kimia atau
psikotropika) untuk pencapaian keasadaran transpersonal. Tokoh yang cukup penting
dalam kelompok ini adalah Stanislav Grof yang menggunakan LSD untuk
psikoterapinya. Setelah penggunaan LSD dilarang pemerintah, Grof kemudian
menggunakan teknik pernapasan (pranayama) dari tradisi Timur, yang disebutnya
sebagai Holotrophic Breathwork.
Kelompok ketiga, kelompok transpersonalis posmodern. Mereka
menganggap keasadaran transpersonal, sebenarnya merupakan keadaan yang biasa.
Kita, manusia modern, menganggapnya seolah luar biasa, karena kita membuang
kondisi kesadaran seperti ini. Kelompok ini menerima kisah-kisah para dukun
shamanisme dan mistikus dalam semangat relativisme pluralistik. Mereka justru
mengecam filsafat perennial yang mengungkapkan pengalaman mistik sebagai
totaliter dan fasistik karena mengagungkan hierarki.
Kelompok psikologi transpersonal yang keempat adalah kelompok
integral. Kelompok ini menerima hampir semua fenomena kesadaran yang diteliti
oleh ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga menerima
konsep-konsep psikologi transpersonal dari aliran pramodern dan posmodern.
Salah seorang tokohnya adalah Ken Wilber. Helena Blavastky, yang berada pada
kelompok yang pertama, misalnya, mengharuskan para anggotanya untuk tidak
memiliki kecenderungan kepada agama tertentu.
B.
Spiritualitas
dalam Psikologi Transpersonal
Kata spiritualitas berasal dari bahasa Inggris yaitu
“spirituality”, kata dasarnya “spirit” yang berarti: “roh, jiwa, semangat”.
Kata spirit sendiri berasal dari kata Latin “spiritus” yang berarti: “luas atau
dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (courage), energi atau semangat
(vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata Latin
spiritualis yang berarti “of the spirit” (kerohanian).
Untuk lebih memahami pengertian tentang spiritualitas, perlu juga
diuraikan tentang hubungannya dengan religiusitas. Ini adalah penting, karena
belakangan berkembang paham yang menganggap spiritualitas lebih penting dari
agama. Pandangan ini berkembang terutama sejak John Naisbitt dan Aburdene, dua
futurolog kenamaan mengeluarkan semboyan yang berbunyi: “Spirituality, Yes, Organized
Religion, No.”
Menurut estimasi Naisbitt dan Aburdene, masyarakat masa depan akan
cenderung mengabaikan agama dan lebih mendalami spiritualitas. Karena itu,
perbedaan keduanya akan semakin tajam, meskipun keduanya sama-sama berkaitan dengan
kebutuhan manusia yang paling mendasar. Menurut kedua futurolog tersebut,
berdasarkan hasil-hasil pengumpulan pendapat, ada indikasi menaiknya
spiritualitas di kalangan masyarakat Amerika, lebih tinggi dari masa-masa sebelumnya.
Sebagian besar mereka percaya bahwa “Tuhan adalah kekuatan spiritual yang
positif dan aktif,” meskipun gejala itu disertai dengan menurunya peran
agama-agama formal. Kalangan muda yang terpelajari di sekolah-sekolah tinggi
adalah yang pertama-tama bersikap sangat kritis terhadap agama-agama formal.
Mereka menilai bahwa gereja dan sinagog “sibuk dengan masalah-masalah
keorganisasian, dengan mengesampingkan isu-isu theologis dan spiritual.” Karena
itu kata Naisbitt dan Aburdene, mereka kaum muda itu bukan manusia “beragama”
(religious), melainkan “berkeruhanian” (spiritual).
Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena
agama mengambil bentuk bermacam-macam di antara suku-suku dan bangsa-bangsa di
dunia ini. Secara etimologi, religion (agama) berasal dari bahasa Latinreligio,
yang berarti suatu hubungan antara manusia dan Tuhan. Istilah Latin ini
merupakan transformasi dari kata religare, yang berarti to bind together
(menyatukan).
Berbeda dengan agama, spiritualitas lebih banyak melihat aspek
dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi, sikap personal yang bagi
banyak orang lain merupakan misteri, karena intimitas jiwa. Dalam hal ini,
spiritualitas mencakup citra rasa totalitas kedalaman pribadi manusia.
Berdasarkan pemahaman ini, spiritualitas nampak lebih ekstrim, lebih dalam dari
agama yang cenderung lebih eksoterik formal dan kaku.
Istilah spiritual dan religius sering kali dianggap sama, namun
banyak pakar yang menyatakan keberatannya jika istilah ini dipergunakan saling
silang. Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan.
Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri, dan kesadaran individu tentang
asal, tujuan, dan nasib. Agama adalah keberana mutlak dari kehidupan yang
memiliki manifestasi fisik di atas dunia. Agama merupakan serangkaian praktik
perilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi
tertentu dan dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman,
komunitas dan kode etik. Dengan kata lain, spiritualitas memberikan jawaban siapa
dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran), sedangkan agama memberikan
jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (perilaku atau tindakan). Seseorang
bisa saja mengikuti agama tertentu, namun tetap memiliki spiritualitas.
Orang-orang juga dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu memiliki
jalan atau tingkat spiritualitas yang sama. Perbedaan juga harus dibuat antara
spiritualitas yang berbeda dengan agama dan spiritualitas dalam agama.
Ingersoll (1994) menggambarkan spiritual dalam 7 dimensi, yaitu
makna (meaning), konsep tentang ketuhanan (conception of divinity),
hubungan (relationship), misteri (mystery), pengalaman (experience),
perbuatan atau permainan (play), dan integrasi .
Meaning. Meaning atau makna merupakan dimensi terpenting dari
spiritualitas. Meskipun makna tidak mungkin digambarkan dalam cara-cara yang
umum, namun ia dapat dipahami sebagai sesuatu yang dialami individu yang membuat
kehidupannya lebih bernilai atau berharga. Manusia mengisi hidupnya bukan untuk
suatu tujuan yang sia-sia. Pasti ada yang menjadi sasaran dan ada energi yang
menggerakkan dirinya secara dinamis untuk dapat mencapai sasaran tersebut. Sasaran
merupakan wujud kriterium yang ingin dan akan dicapai seseorang. Ia dapat
bermakna, tapi juga berpeluang untuk menjadi tanpa makna. Bila ia bermakna,
maka secara psikologis sasaran ini memberi kepuasan bagi seseorang Setiap orang
ingin mengisi kehidupannya menjadi bermakna, dan ia memiliki kebebasan yang
bertanggung jawab untuk menentukan sikap bagaimana ia akan mencapai makna
hidupnya itu. Manusia memiliki perangkat atau alat untuk mencapai makna ini,
yang berkembang sesuai dengan pengalaman yang mengasah dirinya.
Conception of divinity. Dimensi kedua dari spiritualitas adalah
konsep tentang ketuhanan. Bagaimana konseptualisasi seseorang tentang Tuhan
mungkin bermacam-macam. Fox (1983) mengkategorikan konsep individu tentang
Tuhan atas teistik, ateistik, pantheistik, atau panetheistik. Secara teistikal individu
berhubungan dengan kekuatan atau wujud transenden yang utama. Secara ateistik
seseorang menyangkal (refute) atau menolak (resist) konsepsi tentang Ketuhanan.
Dalam hubungan pantheistik individu berhubungan dengan suatu kekuatan absolut
yang bersemayam dalam semua keberadaan, termasuk dalam individu itu sendiri.
Dalam hubungan panetheistik, kekuatan atau wujud ketuhanan meliputi (flows) seluruh
yang ada dan secara paradox melebih semua yang ada.
Relationship. Dimensi spiritualitas yang ketiga
adalah dimensi hubungan. Salah satu tujuan dari semua mitologi, termasuk sistem
agama adalah untuk menemukan hubungan (Campbell, 1990). Hubungan ini mencakup
bagaimana individu berhubungan dengan konsepnya tentang ketuhanan dan dengan
orang lain.
Mystery. Misteri juga merupakan salah satu dimensi spiritualitas yang
penting. Banyak upaya untuk menggambarkan spiritualitas menyinggung masalah
misteri atau ambiguitas dari spiritual. Banks (1980), dalam menguraikan dimensi
misteri ini mencatat bahwa spiritualitas merupakan dimensi yang secara tipikal
dirasakan sebagai sesuatu yang tidak bisa dipahami dan tidak bisa dilukiskan. Ketika
orang berbicara tentang kekuatan transenden, pengalaman fenomenologis tentang
makna, atau kesadaran akan alam yang tidak bisa dilukiskan seperti interkoneksi
antar individual, mereka sampai pada batas-batas yang tak terkatakan dan
misterius. Misteri dan toleransi baginya, merupakan bagian dari semua tradisi
spiritual. Sejumlah deskripsi tentang spiritualitas harus mengikutsertakan
(provide) beberapa kosa kata yang mengakui misterius dan harus juga
memperlengkapi orang dengan cara untuk menyebutnya.
Experience. Disamping konsep tentang tak
terbatas, kesadaran tentang makna, dinamika hubungan, dan dimensi misteri,
terdapat kebutuhan untuk menjelaskan bagaimana semua ini dimanifestasikan dalam
pengalaman (experience) individual. Campbell (dalam Cousineau, 1990) menekankan
pentingnya pengalaman spiritual, dimana orang menceritakan tentang pencarian
makna hidup; apa yang sesungguhnya mereka cari tidak lain adalah pengalaman
hidup. Campbell menyatakan bahwa makna diperoleh dari pengalaman. Spiritualitas
sering dihubungkan dengan pengalaman yang terjadi dalam kehidupan dan dapat
menggarisbawahi sejumlah besar pengalaman estatik manusia seperti orgasme
seksual dan asthetik getaran nada. Belakangan, pemahaman tentang pengalaman
sama dengan apa yang disebut oleh Maslow peak experiences (pengalaman puncak).
Maslow menyatakan bahwa elemen spiritual dari peak experiences dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang berkembang di dunia sekular dan kerinduan akan makna (yearning
for meaning).
Dimentional Integration. Beberapa dimensi spiritual yang telah
dijelaskan di atas, sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan saling
berintegrasi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Spiritualitas
adalah suatu integrasi dari semua aspek pengalaman dan kehidupan manusia.
C.
Tokoh-Tokoh
Psikologi Transpersonal
Berikut ini tokoh-tokoh dalam pembentukan psikologi transpersonal
antara lain:
1.
William James
Ia dikenal sebagai penggagas pragmatisme dalam filsafat. William James
dengan pragmatisme nya memberikan sumbangan orisinal bagi dunia filsafat.
Istilah pragmatism berasal dari kata yunani, pragma yaitu tindakan berarti
pragmatisme sebagai filsafat tindakan.
Salah satu karya William james yang penting dalam bidang psikologi agama the
varienties of religious experience. Buku ini membahas tentang pengalamanya
dalam kacamata pragmatisme. Pengalaman religious tentang pragmatismenya itu
benar-benar sangat cerdas. Ia mengungkapkan bahwa sejauh manusia berhubungan
dengan alam semesta, ia hanya berhubungan dengan simbol-simbol realitas, tetapi
dalam pengalaman religious yang sangat pribadi, dirinya benar-benar dibawa
masuk dalam realitas tersebut secara utuh.
2.
Maurice Bucke
Richard kanada atau Maurice bucke (1837-1902). Ia mencoba
menawarkan gagasan tentang psikologi pertama yang menempatkan model kesadaran
manusia dan realitas sebagai elemen transpersonal yang terbuka dan melestarikan
dogma agama meskipun penelitian yang ia lakukan didasarkan pada pengalaman
hidupnya. Pada tahun 1872 ia memiliki pengalaman mistik yang singkat, kemudian
ia dipandang sebagai kesadaran kosmis. Setelah pengalaman yang mendalam tentang
kedekatan (sebuah pengalaman yang intens hubungan dengan alam semesta), ia
menghabiskan seperempat abad berikutnya untuk meneliti dan menulis sebuah buku cosmic
consciousness(1902). Ia juga mengemukakan teori bahwa manusia mampu mengalami
tiga tahap utama dari kesadaran antara lain: sederhana-kesadaran, kesadaran
diri, dan kesadaran kosmik, yaitu kesadaran-kesadaran yang tidak sering dialami
oleh manusia. Sederhana- Kesadaran tidak semata-mata hanya dimiliki oleh umat
manusia, tetapi dialami oleh hewan. Disebut sederhana-kesadaran karena ditandai
oleh kurangnya kesadaran dari dunia batin. Kesadaran diri adalah tingkat
menengah yang normal, yaitu kesadaran sehari-hari manusia memiliki kemampuan untuk
berfikir untuk konsep. Dengan kesadrannya manusia sanggup mengenal siapa
dirinya. Manusia tidak hanya dapat melihat pohon-pohon dari kejahuan atau
mencium bau busuk yang menusuk hidungnya. Tetapi sekaligus menyadari bahwa
dirinya melihat dan mengalami. Kesadaran kosmik adalah kesadaran tingkat tinggi
yang digambarkan sebagai pengalaman mistik seseorang. Secara radikal, kesadarn
kosmik berbeda dengan kesadaran normal, sebab kesadaran kosmik tidak dibatasi
oleh objek- subjek, keduanya larut dalam kesatuan sehingga menawarkan
pengalaman dari seluruh ciptaan, persepsi langsung dari kosmos yang
didefinisikan oleh rasa kesatuan atau penyatuan.
3.
Carl Gustav
Jung
Ia lahir di kesswill 26 juli 1875, jung lulus pada tahun 1900
sebagai dokter dirumah sakit terkenal burgholzli di zurich. Dan menikah dengan
emma rauschenbach tahun 1903. Mereka dikaruniai tiga orang putri dan satu anak
laki-laki, keluarga mereka tinggal di kusnacht, kota satelit dari zurich. Mereka
menetap disana sampai akhir hayatnya. Teori Jung dari kepribadian karena
tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung
melihat kepribadian individu seperti produk dan wadah sejarah leluhur.
a.
Struktur kepribadian
yaitu: ego, ketidak sadaran pribadi, kesadaran kolektif.
b.
Dinamika
kepribadian yaitu: energy psikis, nilai-nilai psikis, daya konstlelasi suatu
kompleks, Prinsip ekuivalensi, prinsip entropi, penggunaan energy.
c.
Perkembangan
kepribadian yaitu: kausalitas versus teleology, sinkronisitas, hereditas,
tahap-tahap perkembangan, progresi dan regresi, proses individual, fungsi
transenden, sublimasi dan represi, perlambangan.
4.
Alberto
Assagioli
Ia adalah tokoh psikologi yang pertama kali menggunakan istilah
transpersonal dalam psikoterapi. Ia dianggap dan bertanggung jawab dalam
memperjuangkan pemikiran psikoanalisis di italia. Ia memperkenalkan system psikoanalisis
yang mendapat pengaruh dari jung. Psikoanalisis adalah orientasi yang mengenai
orang secara keseluruhan baik fisik, emosional, mental maupun spiritual. Maksud
spiritual adalah bukan konotasi dogmatis atau agama, melainkan sebagai esensi
ilahi dalam diri individu sebagai pencipta dan aspek yang mengamati hidup. Psikoanalisis
terdiri dari kata yunani, psycho berarti diri atau jiwa, dan sintensis makna
“untuk menempatkan bersama-sama”. Atau “kombinasi dari berbagai bagian untuk membentuk
kesatuan yang utuh”.
5.
Victor Frankl
Victor frankl adalah seorang pemikir berpengaruh yang kadang-kadang
dianggap transpersonalist meskipun ia dianggap sebagai pendukung awal psikologi
eksistensial (1967), dalam beberapa hal, pemikirannya banyak berpusat sekitar
makna. Sebagaimana pemikir sezamannya, dia dilatih dalam tradisi analitis, yang
disebut sebagai madzab ketiga psikoterapi dari wina. Ia adalah adalah pendiri
logotherapy. Kata “ logos” dalam bahasa yunani berarti makna dan rohani. Sedangkan
therapy adalah penyembuhan atau pengobatan. Jadi, logoterapi secara umum dapat
digkan sebagai corak psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian
pada manusia disamping dimensi ragawi dan jiwa, serta beranggapan bahwa makhluk
hidup (the meaning of life) dan hastrat untuk hidup bersama (the will to
meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna
(the meaningfull life)yang didampakanya yang harus diraih oleh manusia.
6.
Charles T. Tart
Ia dikenal sebagai seorang parapsikologist yang berusaha memadukan
pengalaman spiritual. Ia berkata: saya memiliki keyakinan mendalam bahwa ilmu
pengetahuan, sebbagai metode mengasah dan menyempurnakan pengetahuan, dapat diterapkan
pada pengalaman manusia yang kita sebut transpersoanal atau rohani. Manusia,
menurut Charles berusaha untuk mendapatkan d-ASC, sebuah perubahan kesadaran
bahwa dirinya merasa terbuka, menyatu dengan alam semesta , ada aliran energy di
dalam tubuhnya, merasakan bahwa dunia adalah satu, penuh cinta, dan waktu
seakan berhenti. Hanya beberapa orang yang mendapatkan d-ASC melalui drug
(LSD,heroin ganja), yang mempunyai dampak kerusakan fisik. Padahal ada beberapa
teknik non-drugs yang bisa digunakan.
7.
Ken Wilber
Ken Wilber seorang eksponen gerakan psikologi transpersonal yang
lahir tahun 1949 dioklahoma AS. Dalam buku-bukunya ia tetap konsisten mengusung
paradigma baru dalam mempelajari kesadaran manusia. Psikologi spectrum menjadi
icon setiap karyanya. Psikologi spectrum mempersatukan berbagai macam
pendekatan, baik dalam maupun timur kedalam spektrum model dan teori psikologi yang
mencerminkan spectrum kesadaran manusia. Beberapa tingkat kesadaran dikaitkan
dengan tingkat-tingkat psikoterapi yang sesuai seperti tingkat ego, biososial,
eksistensial, dan tingkat transpersonal. Dalam menyempurnakan gagasan psikologi
spectrum, Wilber menyusun hierarki ontologism yang mendasari tingkatan-tingkatan
spectrum kesadaran manusia antara lain:
a.
Physical
unconsciousness (fisik ketidaksadaran)
b.
Biological
(biologis)
c.
Psychological
(psikologis)
d.
Causal (sebab
musabab)
e.
Subtle (halus)
f.
Ultime
consciusness (ultime kesadaran)
Bagi para pendukung gerakan psikologi transpersonal, psikologi
spektrum Wilber telah memberikan sumbangan bagi pemahaman yang lebih utuh
terhadap manusia. Untuk melakukan riset-riset mendalam mengenai psikologi transpersonal
, Wilber didukung para pengikutnya mendiran lembaga tahun 2000 yang bernama
integral institute, sebuah lembaga yang menjadi think-think studi-studi lanjut
tentang isu-isu seputar psikologi, sains, dan masyarakat dalam cara pandang
yang integral.
D.
Manfaat
Psikologi Transpersonal
Beberapa manfaat dari psikologi transpersonal :
1.
Untuk
memperoleh pemahaman gejala-gejala jiwa dan pengertian yang lebih sempurna
tentang tingkah laku sesama manusia pada
umumnya dan anak-anak khususnya.
2.
Untuk
mengetahui perbuatan-perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa sebagai sarana untuk
mengenal tingkah laku manusia.
3.
Untuk
mengetahui cara penyelenggaraan pendidikan dengan baik.
4.
Untuk
mengetahui perilaku manusia sebagai upaya menyesuaikan diri dan berhubungan
dengan orang lain, sehingga memudahkan memahami mengapa mereka berpikir, berperasaan
dan berbuat menurut cara mereka sendiri.
5.
Dalam rangka
mengatasi permasalahan social, psikologi dapat mengurai pangkal masalah,
setidaknya mengurangi problem sosial.
6.
Kita bisa peka
terhadap perasaan orang lain.
7.
Mampu mencapai
kualitas hidup yang lebih baik.
8.
Mampu
memaksimalkan potensi diri sendiri maupun orang lain dengan cara yang tepat.
9.
Hidup menjadi
lebih sehat. Karena psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa tentunya
tidak terpisahkan dari jasmani. Dengan bantuan cara berfikir positif maka dapat
menjadikan kita lebih sehat. Dapat memperkaya gaya kepemimpinan. Tentunya
dengan banyak teori yang ada dapat kita terapkan sebagai salah satu cara
memimpin yang sesuai dengan situasi yang ada.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Psikologi Transpersonal dikembangkan pertama kali oleh para ahli
yang sebelumnya mengkaji secara mendalam bidang humanistik seperti Abraham
Maslow, C.G. Jung, Victor Frankl, Antony Sutich, Charles Tart dan lainnya. Dengan
melihat dari para tokoh awalnya maka dapat diketahui bahwa psikologi
transpersonal merupakan turunan langsung dari psikologi humanistik.
Psikologi Transpersonal merupakan kekuatan keempat dalam bidang
psikologi yang menjembatani antara psikologi dan spiritual yang memusatkan
perhatiannya pada studi tentang bagian dan proses tentang pengalaman mendalam
atau perasaan yang luas tentang siapa dirinya atau sensasi yang besar terhadap
koneksitas dengan orang lain, alam atau dimensi spiritual dan berusaha membantu
seseorang untuk mengeksplorasi tingkat energy dan melewati kesadaraan (awareness)
atau sisi lain dari topeng dan pola-pola kepribadian.
Dalam teori transpersonal dikatakan bahwa manusia memiliki sisi
spiritual dimana jika digabungkan dengan religiusitas maka akan menjadi sebuah
keyakinan keagamaan, dan biasanya bersifat ketuhanan. Dimana melalui ajaran
agama kita berhubungan langsung dengan Tuhan. Hal tersebut bermanfaat untuk
menambah keimanan kita. Kita berhubungan dengan Allah dengan bertafakkur,
dengan berdzikir kepada-Nya. Jadi sebagai manusia religius, tidak ada salahnya
kita mempelajari ilmu psikologi transpersonal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar